STUDI PRA-KELAYAKAN PADA PROYEK-PROYEK PILIHAN

Jumat, 25 Maret 2011
Ruang lingkup pekerjaan untuk Studi Rencana Induk ini menetapkan bahwa studi tingkat
pra-kelayakan dilakukan pada beberapa proyek prioritas pilihan untuk implementasi
rencana tata ruang Mamminasata. Melalui serangkaian diskusi yang dilakukan dengan
counterpart Indonesia, telah disepakati bahwa studi pra-kelayakan dilakukan untuk empat
proyek prioritas berikut.
(1) Proyek Peningkatan Sistem Pasokan Air Bersih untuk Maros dan Takalar,
(2) Proyek Peningkatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dalam
rangka Pengelolaan Limbah Padat,
(3) Proyek Perluasan Gardu Induk dan Rehabilitasi Sistem Distribusi, dan
(4) Proyek Pelebaran Jalan Perintis Kemerdekaan – Urip Sumoharjo.
Garis besar hasil studi akan dijelaskan pada bagian-bagian berikut ini, dan rinciannya
disusun pada jilid terpisah dari Studi Pra-Kelayakan ini.
11.1 Proyek Peningkatan Sistem Pasokan Air Bersih untuk Maros dan Takalar
Sebagaimana yang dijelaskan pada
Bab 8.2, masyarakat di wilayah
Metropolitan Mamminasata masih
menderita kekurangan pasokan air
minum. Rumah tangga yang
terlayani air olahan dari PDAM
melalui pipanisasi masih terbatas
hanya 42% di Mamminasata.
Walaupun 70% dari penduduk
Makassar sudah terlayani oleh secara
pipanisasi (100% di wilayah
layanan), namun rasio layanan di
wilayah lain masih rendah yaitu 10%
di Maros (12% di wilayah layanan),
11% di Gowa dan 4% di Takalar.
Tingkat pasokan air yang rendah ini
harus segera diperbaiki sehingga
Tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goals
atau MDGs) yang dicanangkan untuk tahun 2015 dapat tercapai. Karena pasokan air
untuk Makassar dan Gowa telah direncanakan melalui perluasan IPA Somba Opu yang
ada saat ini (dari kapasitas sekarang 1.000 liter/detik menjadi 3.000 liter/detik), maka
studi pra-kelayakan untuk kebutuhan yang mendesak pada sistem pasokan air bersih
dilaksanakan untuk Kabupaten Maros dan Takalar.
1) Perningkatan Pasokan Air di Maros
Air bersih di Maros saat ini dipasok melalui IPA Batu Bassi (20 liter/detik pada musim
kemarau dan 40 liter/detik pada musim hujan) dan IPA Pattontongang (50 liter/detik).
Air olahan dari kedua IPA ini adalah 7.550 m3/hari pada tahun 2005. jumlah pelanggan
secara keseluruhan adalah 5.700 pada tahun 2004, yang hampir 90% adalah pelanggan
rumah tangga dengan konsumsi rata-rata 113 lcpd. Dengan tingkat rasio layanan yang
rendah ini (9.7% pada tahun 2004), maka masyarakat Maros menderita kekurangan
pasokan air dan pada daerah yang tidak terlayani oleh sistem pasokan air olahan sangat
bergantung pada sumur-sumur galian dangkal.
Untuk mengatasi situasi seperti ini, ada dua sumber air alternatif yang telah dikaji,
yakni dari mata air di Jamalah (150 liter/detik) dan perluasan IPA Pattontongang (50
liter/detik) dengan tambahan air yang diambil dari Lekopancing.
Peningkatan diusulkan secara bertahap dan pada tahap pertama sumber dari mata air di
Jamalah akan diolah di IPA Bantimurung yang baru untuk melayani Maros bagian
utara (kebutuhan air sekitar 14.000 m3/hari pada tahun 2015), dan pada tahap ke dua
perluasan IPA Pattontongang (kebutuhan air sekitar 6.700 m3/hari pada tahun 2015)
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 11.2.
Proyek peningkatan tahap pertama pada IPA Bantimurung dengan mata air dari
Jamalah membutuhkan sejumlah fasilitas sebagai berikut.
Fasilitas pengambil (intake) : Bendung pengambil, pembagi, pintu, baffle wall (dinding
penahan), saringan dan pintu air baku
Stasiun pompa Intake : Debit maks. 180 liter/detik dengan beda tinggi (head) 8 m
Fasilitas penjernihan air : Filtrasi pasir secara perlahan-lahan
Pipa transmisi : Diameter 200~500 mm dan total panjang 21,7 km
Waduk : Tangki air bersih dengan total kapasitas 4.000 m3
Pipa distribusi : Diameter 100~300 mm dan total panjang 71,9 km
Rehab. Pipa yang ada : Diameter 150~300 mm dan total panjang 37,6 km
Peralatan O&P : Meteran layanan, peralatan control kebocoran, dll.
Seiring dengan pembangunan fasilitas untuk tambahan pasokan air, juga perlu
dilakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi rasio kehilangan air
(unaccounted-for-water atau disingkat UFW). Meskipun Rencana Induk
memperkirakan bahwa rasio UFW menurun ke tingkat 25% di Mamminasata, namun
sistem pasokan air Bantimurung akan memperkecil rasio UFW dari saat ini 50%
menjadi 20% pada tahun 2015, dengan pengadaan alat ukur yang memadai, peralatan
kontrol kebocoran dan penugasan staf khusus untuk UFW.
Setelah tahap pertama rampung, penduduk yang terlayani di Kabupaten Maros akan
meningkat dari saat ini 30.000 jiwa (sekitar 6.000 KK) menjadi 185.000 jiwa (sekitar
37.000 KK pada tahun 2010, sedangkan rasio cakupan layanan di daerah sasaran akan
meningkat dari 11,7% pada tahun 2004 menjadi 61,0% pada tahun 2010. Hal ini akan
sangat memberi kontribusi pada perbaikan rasio cakupan layanan untuk seluruh
wilayah kabupaten dari 9.7% (tahun 2004) menjadi 54.0% (tahun 2010). Karena
tingkat sasaran yang telah ditetapkan pada Rencana Induk adalah 70% pada tahun 2015
(sama dengan tujuan MDG), maka diharapkan bahwa tambahan persentasenya akan
dapat dicapai pada proyek tahap kedua yang akan dirumuskan selama implementasi
proyek peningkatan tahap pertama.
Biaya konstruksi Sistem Pasokan Air Bantimurung sebelumnya sudah diperkirakan
sebesar US$18,9 juta1 sebagaimana yang tercantum pada Tabel 11.1.

bersih Maros dinilai sebagai layak ekonomis secara marginal. Untuk meningkatkan
kinerja keuangan, maka PDAM Maros harus memperbaiki manajemen perusahaan.
Rendahnya EIRR dan FIRR antara lain disebabkan oleh tingginya biaya dalam
pembangunan dan rehabilitasi pipa transmisi dan distribusi yang diperluas ke daerah
pedesaan dan pesisir yang tidak memiliki sumber air bersih alternatif aman alternatif
(kandungan garam yang tinggi pada air bawah tanah di daerah pesisir). Dalam
penyusunan anggaran, hal-hal seperti ini perlu benar-benar diperhatikan demi
menjamin pasokan air bersih bagi masyarakat Maros.

0 komentar: On STUDI PRA-KELAYAKAN PADA PROYEK-PROYEK PILIHAN

Posting Komentar

Entri Populer

tempat iklan
Grab this Widget ~ Blogger Accessories
 
bottom