MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN EKONOMI DENGAN MENJAGA STABILITAS INDIKATOR MAKRO EKONOMI

Kamis, 16 Februari 2012
Keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah seringkali diukur melalui
tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai wilayah tersebut. Pertumbuhan
ekonomi yang ingin dicapai umumnya selalu ditargetkan dalam Dokumen Perencanaan
pembangunan yang akan dilaksanakan di awal tahun pelaksanaan pembangunan. Dan di
akhir masa laporan pertanggungjawaban target yang ditetapkan tersebut dibandingkan
dengan nilai riil yang dapat dicapai pada tahun yang bersangkutan. Berhasil tidaknya
target tersebut tercapai, seberapa jauh nilai riil yang dicapai melampaui ataupun kurang
dari target yang ditetapkan akan mempengaruhi penilaian atas pertanggungjawaban yang
disampaikan kepala daerah.
Selain pertumbuhan ekonomi, ada beberapa indikator pokok lain yang dapat dijadikan
ukuran bagi tercapainya pembangunan perekonomian di suatu wilayah, antara lain
pertumbuhan volume perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri, pertumbuhan
investasi, kestabilan harga, kestabilan kurs rupiah dibandingkan mata uang lain,
peningkatan pendapatan perkapita, dan sebagainya.

Apabila kita ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah,
indikator umum yang dapat digunakan adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB). Berapa persen perkembangan atas nilai PDRB yang terjadi pada tahun tersebut
dibandingkan dengan tahun sebelumnya mencerminkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang terjadi di wilayah tersebut.
Ada 2 bentuk perhitungan PDRB yang dilaksanakan di Indonesia yaitu PDRB atas dasar
harga berlaku (ADHB) dan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK). Beda dari kedua
bentuk ini adalah: PDRB atas dasar harga berlaku menghitung nilai dari seluruh produk
barang dan jasa di suatu wilayah berdasarkan harga yang berlaku dalam tahun yang
bersangkutan sementara PDRB atas dasar harga konstan menghitung nilai dari seluruh
produk barang dan jasa di suatu wilayah berdasarkan harga yang telah disesuaikan
dengan tahun dasar yang disepakati, dengan demikian sudah memperhitungkan nilai
tambah dari masingmasing
produk barang dan jasa.
Umumnya PDRB atas dasar harga berlaku dipergunakan untuk melihat pergeseran
ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, melalui perhitungan kontribusi (share) dari
masingmasing
sektor, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan dipergunakan untuk
melihat pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, melalui perhitungan
pertambahan/ peningkatan nilai PDRB dari tahun ke tahun.


Struktur PDRB dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
(1) Menurut lapangan Usaha, yaitu bila pengelompokannya berdasarkan lapangan
usaha produksi seperti pertanian, pertambangan, industri, dsb.
(2) Menurut andil dari faktor produksi, yaitu bila pengelompokannya berdasarkan
pekerja, pemilik modal, golongan orang yang berusaha sendiri dan sejenisnya.
(3) Menurut penggunaan produk akhir, yaitu bila pengelompokannya berdasarkan unitunit
yang mengkonsumsi dan menginvestasi barang dan jasa akhir.
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai propinsi Jawa Timur pada tahun 2003 berdasarkan
perhitungan PDRB atas dasar harga konstan sebesar 4,11%. Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2002 sebesar 3,41%.
Pertumbuhan positif terjadi di semua sektor. Sektor yang mengalami pertumbuhan
tertinggi adalah sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 8,97%, diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 7,81%, sektor keuangan sebesar 3,84%, sektor
pengangkutan sebesar 3,84%, sektor jasajasa
sebesar 3,41%, sektor industri pengolahan
sebesar 2,81%, sektor pertambangan sebesar 2,25%, sektor konstruksi sebesar 1,87%
dan sektor pertanian sebesar 1,80%. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi tahun 2002 sektor ekonomi yang mengalami percepatan pertumbuhan adalah
sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri
pengolahan dan sektor konstruksi, sementara sektor lainnya mengalami perlambatan
pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan Investasi dan Ekspor Impor
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tersebut juga didukung oleh pertumbuhan investasi
dan aktivitas perdagangan internasional yang tercermin melalui aktivitas ekspor impor
yang menunjukkan perkembangan yang positif. Berdasarkan data BPS nilai ekspor Jawa
Timur mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari USD 5,27 miliar pada tahun
2002 menjadi USD 5,67 miliar pada tahun 2003 (meningkat 7,63%).
Sementara investasi di Jawa Timur juga mengalami peningkatan, tercermin dari
meningkatnya nilai persetujuan PMA (Penanaman Modal Asing) dan nilai persetujuan
PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Pada tahun 2003, nilai persetujuan PMA
mencapai USD 456,66 juta dengan jumlah proyek 67, meningkat sebesar USD 347,2
juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2002 yaitu sebesar USD 109,46 juta
dengan jumlah proyek 58. Sedangkan nilai persetujuan PMDN (Penanaman Modal
Dalam Negeri) pada tahun 2003 mencapai Rp 1.533,23 miliar dengan jumlah proyek
sebanyak 20, meningkat sebesar Rp 719,78 miliar dibandingkan dengan periode yang
sama tahun 2002 yaitu sebesar Rp 813,44 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 10.
Inflasi
Perhitungan inflasi di Jawa Timur sejak bulan Januari 2004 dilakukan di 13
kabupaten/kota. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ada 3 tambahan
kabupaten/kota baru yaitu Sidoarjo, Gresik dan Blitar. Pada tahun 2003, perhitungan
inflasi dilaksanakan di 10 kota, antara lain : Trenggalek, Jember, Banyuwangi, Tuban,
Sumenep, Kediri, Malang, Probolinggo, Madiun dan Surabaya.

Tingkat inflasi yang terjadi di Jawa Timur pada bulan Desember 2004 sebesar 1,15%,
lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 1,04%. Dibandingkan berdasarkan
wilayah kabupaten/kota yang dilakukan perhitungan inflasi, inflasi tertinggi terjadi di
Trenggalek mencapai 1,62%, diikuti oleh Banyuwangi dengan tingkat inflasi sebesar
1,58%. Sementara inflasi terendah terjadi di Probolinggo dengan tingkat inflasi sebesar
0,85%.
Berdasarkan jenis barang dan jasa, inflasi yang terjadi pada bulan Desember 2004
tersebut didorong oleh kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan
jasa, dengan pemicu utama kenaikan pada kelompok bahan makanan mencapai kenaikan
harga 3,17%. Kenaikan harga pada kelompok bahan makanan ini terutama dipicu oleh
kenaikan pada harga sayursayuran
(mengalami kenaikan 23,88%) dan bumbubumbuan
(mengalami kenaikan 21,32%).

1 komentar:

  1. gravatar

    kita juga punya nih artikel mengenai 'Indikator Makroekonomi', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/6265/1/JURNAL%20SKRIPSI.pdf
    terimakasih

    14 Juni 2013 pukul 13.38

Posting Komentar

Entri Populer

tempat iklan
Grab this Widget ~ Blogger Accessories
 
bottom