Selintas Memahami Konsep Kemiskinan, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Kamis, 18 Agustus 2011
konsep “pemberdayaan” (empowerment) telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.

Perubahan ini telah mempengaruhi isi Laporan Indeks Pembangunan Manusia (Human Index Development) yang setiap tahun dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) . Organisasi ini menyatakan “pembangunan seharusnya dianyam oleh rakyat bukan sebaliknya menjadi penonton pembangunan dan seharusnya pula pembangunan memperkuat rakyat bukan justru membuat rakyat semakin lemah” Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk menanggapi kegagalan pelaksanaan pembangunan selama ini. Sejak dicanangkan konsep pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua, ternyata pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin semakin banyak, gagasan modernisasi pun rontok karena tidak mampu meneteskan hasil-hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat termiskin, pun semakin diakui bahwa pemerintah ternyata tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan konyolnya pembangunan juga merusak lingkungan hidup.

Kemiskinan Pemberdayaan amat dekat dengan konsep kemiskinan. Kemiskinan biasanya dikenali dari ketidakmampuan sebuah keluarga memenuhi kebutuhan dasar dan berbagai kaitan yang mencitrakan orang tersebut menjadi miskin. Beberapa konsep kemiskinan adalah (1) garis kemiskinan yang dikaitkan dengan kebutuhan konsumsi mininum sebuah keluarga atau sering disebut sebagai kemiskinan primer—indikasinya adalah 2 per
3 pendapatan habis buat makan, (2) kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menjadi fenomena negara negara dunia ketiga yang ditandai oleh keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah keluarga berada di atas garis kemiskinan tetapi rentan terjerembab ke kubangan garis kemiskinan. (3) kemiskinan massal atau kantong kemiskinan adalah kemiskinan yang melanda satu negara atau wilayah dan hal ini membuatnya menjadi kompleks dalam proses mengatasinya.

Sedangkan Chamber (1983) berpandangan kemiskinan umumnya ditandai oleh isolasi – berlokasi jauh dari pusat-pusat perdagangan, diskusi dan informasi, kurangnya nasehat dari penyuluh pertanian, kehutanan dan kesehatan serta pada banyak kasus juga ditandai dengan ketiadaan sarana bepergian. Kelompok masyarakat miskin
amat rentan karena mereka tidak memiliki sistem penyangga kehidupan yang memadai. Kebutuhan kecil dipenuhi dengan cara menggunakan uangnya yang sangat terbatas jumlahnya, mengurangi konsumsi, barter,pinjam dari teman dan pedagang. Mereka juga mengalami ketidakberdayaan yang ditandai dengan diabaikannya mereka oleh hukum, ketiadaan bantuan hukum bagi mereka, kalah dalam kompetisi mencari kerja dan mereka pun tidak memperoleh pelayanan publik yang optimal.

Kemiskinan kemudian lebih ditafsirkan sebagai suatu kondisi ketiadaan access pada pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya melekat di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidup. Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu
menjadi lebih miskin) . Proses impoverisment adalah sebuah proses aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan hidup, kehancuran sumberdaya rakyat, inflasi, pengangguran dan politik utang luar negeri.
Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan (disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan kebudayaan khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat minoritas dan terpinggirkan.
Pemberdayaan Kata “empower” atau “berdaya” dalam kamus bahasa ditafsirkan sebagai “berkontribusi waktu, tenaga, usaha melalui kegiatan kegiatan berkenaan dengan perlindungan hukum”, “memberikan seseorang atau sesuatu kekuatan atau persetujuan melakukan sesuatu”, “menyediakan seseorang dengan sumberdaya, otoritas dan peluang untuk melakukan sesuatu” atau “membuat sesuatu menjadi mungkin dan layak”. Pada kamus yang lain pengertian menjadi “memberikan seseorang rasa percaya diri atau kebanggaan diri”.
Definisi pemberdayaan sendiri masih dalam perdebatan teoritik. Dalam kosa kata pembangunan, konsep pemberdayaan adalah konsep yang paling sering diplesetkan (disalah-artikan) karena menyangkut gangguan pada para pemegang kekuasaan saat ini (baik nasional maupun internasional), para pihak yang tidak berdaya (powerlessness) serta perubahan sosial. Saat ini ada dua pemegang kekuasaan pada sistem kehidupan kita saat ini yakni (1) kelompok yang menguasai kekayaaan dalam atau keuangan dan (2) kelompok yang menguasai ilmu pengetahuan. Dinegara-negara dunia ketiga seperti Indonesia, kedua kekuasaan ini dipegang oleh segelintir orang. Pada pandangan semacam ini, pemberdayaan adalah upaya membongkar monopoli kekuasaan politik dan ekonomi yang dipegang oleh segelintir orang dan dialihkan kepada rakyat kebanyakan. Dan, mendorong pemerintahan yang lebih bertanggung jawab kepada rakyat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadi distribusi aset dan kekayaan yang lebih adil.
Kelompok kedua menyatakan kapitalisme dan sosialisme telah gagal berkenaan dengan isu pengentasan kemiskinan. Para pemimpin lembaga-lembaga internasional dan pemerintahan nasional tidak memiliki jawaban bagaimana mengentaskan kemiskinan. Kelompok ini menyatakan harus ada perubahan kepemimpinan dengan memanfaatkan
kepemimpinan masyarakat sipil untuk menemukan jalan ketiga (bukan kapitalisme ataupun sosialisme).

Kedua kelompok pemikir di muka tetap mendudukan pemberdayaan sebagai sesuatu yang bersifat dari atas (top down). Karena mereka tetap percaya yang memiliki sumberdaya adalah mereka. Untuk itu mendudukan orang-orang baik di dalam lembaga-lembaga
yang berkuasa (seperti Bank Dunia, Presiden, DPR, DPRD, Bupati) bisa mengubah keadaan. Kelompok ini sering disebut kelompok ilmuwan liberal atau progresif. Pemberdayaan dalam kacamata kelompok ini lebih cocok ditafsirkan sebagai bagaimana mengelola kekuasaan (power).

Kelompok ketiga yang sering dikenal sebagai kelompok reformis. Kelompok ini percaya bahwa kekuasaan tidak pernah diberikan tapi harus direbut. Ini adalah pelajaran dari sejarah. Jadi, pemberdayaan adalah tindakan-tindak aktif untuk merebut kembali
kekuasaan atas politik, ekonomi, sosial, budaya dan kekayaan alam. Karena itu konsep empowerment atau pemberdayaan dianggap sebuah konsep yang kontradiksi karena pemberdayaan hanya bisa terjadi bila rakyat melakukan sendiri agar bebas dari penindasan (self-empowerment).
Pemberdayaan dalam kaitannya dengan pembangunan dan pengentasan kemiskinan sering dikaitkan dengan beberapa hal berikut:
• Tata relasi kekuasaan yang demokratik, transparan dan diakui publik (good governance).
• Transformasi ekonomi menjadi komunitas yang mandiri, berbasis pada sumberdaya lokal, dan penguatan sumberdaya manusia.
• Promosi pengembangan komunitas melalui kekuatan sendiri dan berporos pada proses dibandingkan dengan penyelesaian suatu proyek.
• Sebuah proses yang memungkinkan pengambilan keputusan kolektif dan dilanjutkan dengan tindakan kolektif
• Partisipasi penuh atau sebuah proses yanng melipatkan seluruh lapisan masyarakat (tanpa terkecuali) dalam pengembangan agenda komunitas.

Senarai hal-hal di muka memperkaya proses pemberdayaan menjadi suatu kebutuhan membangun kapasitas komunitas untuk mampu merespon perubahan lingkungan dengan cara mendorong perubahan internal dan eksternal yang pas dan tidak lelah melakukan pembaruan sosial (inovasi sosial).

Dalam pengertian yang lebih generik, pemberdayaan komunitas berarti penguatan makna dan realitas dari prinsip-prinsip inklusivitas (seperti bagaimana melibatkan para pihak yang relevan dalam suatu proses), transparansi (keterbukaan), akuntabilitas (yang memberikan legitimasi pada setiap proses pengambilan keputusan).
Konsep ini melampaui hiruk pikuk masalah pembangunan dan demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan partisipasi tetapi bagaimana memberikan kesempatan pada anggota komunitas (termiskin, terpinggirkan) untuk memahami realitas lingkungannya (sosial, politik, ekonomi, politik, dan kebudayaan) dan merefleksikan faktor-faktor yang membentuk lingkungan mereka dan menentukan langkah-langkah perubahan untuk memperbaiki situasi mereka.
Pemberdayaan sebagai strategi pengentasan kemiskinan harus menjadi proses multidimensi dan multisegi yang memobilisasi sumberdaya dan kapasitas masyasrakat. Dalam hal ini, pemberdayaan tidak lagi menjadi sesuatu yang teoritis melainkan
menjadi alat untuk memutar-balikkan proses pemiskinan. Menemu kenali elemen-elemen atau kondisi yang dibutuhkan bagi pemberdayaan menjadi kebutuhan utama dalam memahami manifestasi konkrit pemberdayaan di tingkat basis. Elemen-elemen pemberdayaan termasuk:
• Swadaya dan otonomi lokal dalam proses pengambilan keputusan masyarakat di tingkat desa, dan partisipasi demokrasi langsung dalam proses kepemerintahan representatif yang lebih luas. Ini akan memungkinkan masyarakat menggunakan kapasitasnya untuk memanfaatkan jasa informasi, berlatih memikirkan masa depan, melakukan eksperimen dan inovasi, berkolaborasi dengan orang lain, dan mengeksploitasi kondisi-kondisi serta sumberdaya sumberdaya baru;
• Penyediaan ruang bagi masyarakat untuk menegaskan kebudayaan serta kesejahteraan spiritualnya, dan pembelajaran sosial yang bertumpu pada pengalaman, termasuk pengungkapan dan penerapan kearifan lokal, di samping pengetahuan teoritis dan ilmiah;
• Akses terhadap tanah dan sumberdaya lainnya, pendidikan untuk perubahan, dan fasilitas perumahan serta kesehatan;

• Akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan (dari dalam maupun dari luar) untuk mempertahankan kekayaan alam secara konstan dan kapasitas alam menerima buangan;;
• Akses terhadap latihan ketrampilan, tehnik-tehnik pemecahan masalah, dan teknologi serta informasi tepat guna yang ada, sehingga pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki bisa dimanfaatkan; dan
• Partisipasi dalam proses-proses pengambilan keputusan oleh semua orang, terutama perempuan dan kelompok-kelompok yang pinggiran. Elemen-elemen pemberdayaan di atas merupakan apa yang dibutuhkan untuk memungkinkan terjadinya perubahan.
Pemikiran pembangunan alternatif menekankan pada transformasi politik, ekonomi, lingkungan hidup, kelembagaan sosial serta nilai-nilai komunitas melalui pemberdayaan. Pembangunan yang bertumpu pada komunitas hendaknya berakar pada prinsip-prinsip berikut:
1. Kedaulatan, kebebasan, dan demokrasi melalui partisipasi politik yang luas
2. Komunitas lokal mengontrol sendiri sumberdayanya dan memiliki akses memadai pada informasi
3. Membangun suatu sistem nilai yang konsisten sesuai dengan perikehidupan komunitas dan hubungan mereka dengan alam dan sumberdayanya.
4. Membangun semangat gotong royong di antara anggota komunitas untuk membangun masa depan bersama.
Pemberdayaan pada akhirnya memberikan kepada komunitas yang paling miskin dan terpinggirkan kapasitas yang sesungguhnya agar mampu menyesuaikan diri dengan erubahan lingkungan baik sebagai masyarakat maupun komunitas. Transisi ini membutuhkan kesadaran sosial, partisipasi sosial yang lebih tinggi, pemanfaatan pemahaman baru atas proses ekologi perubahan dan pembaruan diri. Tekanan terbesar dalam proses pembedayaan dalam pembangunan berkelanjutan dan pengetasan kemiskinan adalah pemberdayaan sosio-ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan teknologi dan pemberdayan kebudayaan atau spiritual. Pemberdayaan sosio-ekonomi ini akan mendorong individu dan komunitas memperoleh tanggung jawab bersama menentukan masa depannya dan menjadi manajer perubahan yang diinginkan.
Pemberdayaan politik dan pendidikan melalui pendidikan kemandirian atau pendidikan pembebasan akan meningkatkan kapasitas komunitas bergelut dengan isu-isu demokrasi dan keadilan serta merasa memiliki kemampuan berbicara tentang apa yang dipikirkan dan pandangannya terhadap dunia serta menentukan sendiri kehidupan yang dibayangkan.
Pemberdayaan teknologi melalui pengakuan atas pengetahuan lokal dan ketrampilan melalui kerjasama internasional adalah penting untuk memecahkan dilema pertumbuhan, kelestarian lingkungan hidup dan kesejahteraan umat manusia. Hal ini akan melibatkan perkembangan dan bertukar teknologi yang akan mampu meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, pendapatan, kesejateraann dan mengurangi dampak buruk kerusakan lingkungan hidup.
Pemberdayaan kebudayaan dan spiritual bertujuan memahami kebudayaan dan spiritualitas sebagai basis eksistensi manusia dan sebagai landasan keberlanjutan peradaban umat manusia. Dalam perdebatan para pakar pembangunan, kebudayaan dan spiritualitas menjadi kunci dalam impelementasi pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulannya pemberdayaan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana masyarakat memiliki kapasitas untuk memanfaatkan akses dan pilihan-pilihan seperti ruang kebudayaan dan spiritual, pengakuan dan validasi pada pengetahuan lokal, pendapatan, kredit, informasi, training, dan partisipasi
pada proses pengambilan keputusan.


Penutup
Dalam usaha mengentaskan kemiskinan di pedesaan, selama ini telah ada tiga strategi yakni (1) strategi pusat-pusat pertumbuhan yang mendorong investor membangun industri di wilayah-wilayah tertentu agar generasi pencari kerja tertarik ke pusat pertumbuhan ini,
(2) strategi pemukiman kembali, dan (3) pembangunan desa terpadu. Ketiga pendekatan ini telah gagal melakukan pemberdayaan rakyat miskin dan mengentaskan kemiskinan. Karena, mereka tidak memiliki suatu proses untuk belajar dari kaum termiskin tentang kebutuhan, aspirasi dan pengetahuan mereka. Ketiga pendekatan di muka pun gagal memberikan peluang kepada kaum miskin masalah
dasar mereka. Pemberdayaan bukan mengulang kesalahan 3 strategi
di muka!

0 komentar: On Selintas Memahami Konsep Kemiskinan, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Posting Komentar

Entri Populer

tempat iklan
Grab this Widget ~ Blogger Accessories
 
bottom