STUDI PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN DI DESA MUNTUK, KABUPATEN BANTUL

Rabu, 17 Agustus 2011
BAB I 
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang kompleks, terdiri dari: subsistem ketersediaan terkait dengan upaya untuk peningkatan produksi pangan; subsistem distribusi tentang keberadaan pangan yang merata dan terjangkau di masyarakat, dan subsistem konsumsi tentang kecukupan pangan yang dikonsumsi masyarakat baik dalam jumlah maupun mutunya. Dinamika dan kompleksitas tersebut menyebabkan berbagai permasalahan dan tantangan serta potensi dan peluang, yang perlu diantisipasi dan diatasi, melalui kerja sama yang harmonis antar seluruh pihak terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan. Berbagai upaya yang dilakukan tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal, meliputi : aspek politik,ekonomi, sosial maupun budaya.

Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumber daya alam dan beralih fungsinya lahan pertanian, masih terbatasnya prasarana dan sarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin. Permintaan bahan pangan per kapita juga meningkat didorong oleh meningkatnya pendapatan, kesadaran kesehatan dan pergeseran pola makan karena pengaruh globalisasi dan ragam aktivitas masyarakat. Pemerintah sangat berperan dalam menyediakan prasarana sosial-ekonomi. Disamping itu, sistem pemerintahan otonomi daerah telah menyebabkan penurunan intensitas dukungan dan pelayanan terhadap masyarakat, khususnya pelaku usaha di bidang pangan. Pada banyak daerah, penyediaan prasarana usaha pertanian di pedesaan, pelayanan sarana produksi, teknologi, permodalan dan pemasaran kurang menjadi prioritas, sebaliknya tekanan berbagai pungutan di daerah semakin meningkat untuk pemasukan pendapatan daerah. Hal ini tidak hanya menyebabkan biaya tinggi yang mengurangi daya saing produk pangan domestik, tetapi juga menurunkan daya beli masyarakat terhadap pangan.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin yang rawan pangan serta rentan terhadap masalah kerawananan pangan masih cukup tinggi. Penyebab utama kerawanan pangan dan kemiskinan adalah rendahnya pendapatan masyarakat miskin yang mengakibatkan daya beli masyarakat berkurang, keterbatasan kemampuan masyarakat dalam mengakses pangan; serta keterbatasan aset dan akses terhadap sumber daya untuk mengembangkan usaha mikro. Tantangan utama dalam pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga adalah membangun kapasitas dan kemandirian masyarakat agar mampu mengatasi masalah pangan yang terjadi baik di dalam rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat di sekitarnya.

Kemiskinan memiliki keterkaitan erat dengan ketahanan pangan. Pembangunan ketahanan pangan tahun 2000-2004 telah menampakkan hasilnya dengan berkurangnya penduduk miskin, dari 38,7 juta jiwa (19,1 persen) pada tahun 2000 dan menurun menjadi 36,1 juta jiwa (16,7 persen) pada tahun 2004. Meskipun jumlah kemiskinan secara absolut menurun, tetapi angka pengangguran di Indonesia cenderung naik. Jumlah pengangguran
bertambah dari 9,13 juta pada tahun 2002 menjadi 9,67 juta jiwa pada tahun 2004. Sebagian besar dari penduduk miskin ini berada di pedesaan yang menggantungkan hidupnya sebagian besar dari sektor pertanian. Jumlah penduduk di sektor pertanian menempati proporsi 55 persen dari total penduduk miskin, yang meliputi antara lain sekitar 75 persen diantaranya pada subsektor tanaman pangan, 7,4 persen pada perikanan laut, dan 4,6 persen pada peternakan dan sisanya pada lain-lain (pertanian terpadu) (BPS, 2004).

Penduduk miskin ini memiliki resiko tinggi dan rentan mengalami kerawanan pangan. Apabila program-program pemantapan ketahanan pangan kurang memperhatikan kelompok ini maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan/kerawanan pangan dan status gizi yang rendah. Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya. Kerawanan pangan dibedakan atas kerawanan kronis, yaitu yang terjadi terus menerus karena ketidakmampuan membeli atau memproduksi pangan sendiri, dan kerawanan sementara yang terjadi karena kondisi tak terduga seperti bencana alam atau bencana lainnya. Kerawanan pangan, apabila terjadi terus menerus, akan berdampak pada penurunan status gizi dan kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas maka salah satu fokus pembangunan pada saat ini diarahkan pada penanganan masalah kerawanan pangan dan kemiskinan dengan jalan meningkatkan ketahanan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu program pembangunan ketahanan pangan masyarakat adalah penurunan tingkat kemiskinan pedesaan dan pemenuhan kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan diwujudkan bersama oleh masyarakat dan pemerintah, serta dikembangkan mulai tingkat rumah tangga. Bila setiap rumah tangga sudah mencapai ketahanan pangan maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional akan tercapai. Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Salah satu upaya Pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yang menyatakan bahwa penyediaan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu melalui: a) pengembangan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal; b) pengembangan efisiensi sistem usaha pangan; c) pengembangan teknologi produksi pangan; d) pengembangan sarana dan prasarana produksi pangan; dan e) mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Operasionalisasi pelaksanaan PP No. 68 tahun 2002 tersebut pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan penyediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu dengan memanfaatkan kelembagaan sosial ekonomi yang telah ada dan dapat dikembangkan di tingkat pedesaan dengan fokus utamanya adalah rumah tangga pedesaan.
Perwujudan ketahanan pangan nasional dimulai dari pemenuhan pangan di wilayah terkecil yaitu pedesaan sebagai basis kegiatan pertanian. Basis pembangunan perdesaan bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam suatu wilayah yang mempunyai keterpaduan sarana dan prasarana dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan untuk mencukupi dan mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga. Disamping itu membangun daerah pedesaan sangat penting terutama dalam hal penyediaan bahan pangan untuk penduduk, penyedia tenaga kerja untuk pembangunan, penyedia bahan baku untuk industri, dan penghasil komoditi untuk bahan pangan dan ekspor. Karena itu, desa merupakan salah satu entry point untuk masuknya berbagai program yang mendukung terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yang secara kumulatif akan mendukung terwujudnya ketahanan pangan di tingkat kabupaten/kota, propinsi, dan nasional.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di pedesaan adalah melalui Program Desa Mandiri Pangan. Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari kehari, melalui pengembangan sistem ketahanan pangan yang meliputi subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara efisien dan berkelanjutan sehingga tercapai kemandirian. Program Desa Mandiri Pangan dilaksanakan selama 4 (empat) tahap berturut-turut melalui 4 tahapan pelaksanaan yaitu: tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Tiap tahapan memuat berbagai macam kegiatan dengan waktu pelaksanaan tiap tahapan adalah selama satu tahun. Kegiatan difokuskan di daerah rawan pangan dengan mengimplementasikan berbagai model pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan yang telah ada di tingkat desa dengan melibatkan seluruh partisipasi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menempatkan tenaga pendamping di setiap desa pelaksana selama empat tahun berturut-turut mulai dari tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian.

Beberapa pendekatan yang diperlukan dalam pengembangan dan pembangunan Desa Mandiri Pangan adalah: 1.) Pemberdayaan masyarakat, adalah gerakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam mewujudkan Desa Mandiri Pangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan rangkaian proses sebagai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengoptimalkan potensi sumberdaya yang dimiliki untuk melakukan perubahan lebih baik untuk mencapai kesejahteraan. Proses ini dilakukan dengan memfasilitasi masyarakat agar mampu menganalisis kebutuhannya berdasarkan situasi perikehidupan dan masalah¬masalahnya. 2.) Penguatan Kelembagaan, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penguatan kelembagaan pangan antara lain: didasarkan pada kebutuhan masyarakat sebagai pelaku,disesuaikan dengan sistem pemerintahan desa atau lembaga yang sudah ada, diarahkan pada upaya merevitalisasi kelembagaan tani yang sudah ada untuk dikembangkan menjadi kelembagaan pangan sebagai instrumen yang efektif untuk meningkatkan daya saing produk pertanian, sebagai sarana belajar efektif bagi petani untuk meningkatkan kemampuan, diarahkan kepada pengembangan kapasitas kerjasama internal maupun kerjasama eksternal dengan kelembagaan lain. Kelembagaan yang ditumbuhkan dan diperkuat melalui kegiatan pemberdayaan antara lain: kelembagaan aparat,kelembagaan masyarakat, dan kelembagaan pelayanan. 3.) Sistem ketahanan pangan, terdiri dari subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi. Pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga subsistem tersebut. Keberhasilan pembangunan ketiga subsistem ketahanan pangan tersebut, perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana, dan kelembagaan dalam kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan, dan sebagainya. Disamping itu, perlu juga didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan, dan pengawasan.

Berdasarkan Sutrisno (1995: 35), dalam pembangunan partisipatif maka peran pemerintah pada umumnya sebagai fasilitasi terhadap jalannya proses pemberdayaan masyarakat dengan baik. Fasilitasi tersebut dapat berupa kebijakan politik, kebijakan umum, kebijakan sektoral/departemental, maupun batasan-batasan normatif lain. Disamping itu fasilitasi dapat berupa tenaga ahli, pendanaan, penyediaan teknologi dan tenaga terampil. Peran swasta biasanya pada segi operasionalisasi dan implementasi kebijakan, kontribusi tenaga ahli, tenaga terampil maupun sumbangan dana, alat atau teknologi. Sedangkan peran masyarakat pada umumnya sebagai partisipasi dalam formulasi, implementasi, monitoring dan evaluasi.

Selanjutnya sasaran wilayah Program Aksi Desa Mandiri Pangan di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul yang merupakan desa rawan pangan serta mempunyai potensi penyebab rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Seleksi sasaran lokasi didasarkan atas pemetaan daerah rawan pangan FIA (Food Insecurity Atlas) tahun 2005 dengan peta warna merah adalah lokasi sasaran. Proses penetapan lokasi dan tahapan pelaksanaan program pembangunan yang dilakukan masih bersifat top-down. Artinya Program Desa Mandiri Pangan di Desa Muntuk, Kabupaten Bantul berasal dari pemerintah, sedangkan partisipasi masyarakat sebagai masukan untuk mendapatkan dukungan pelibatan masyarakat belum sepenuhnya muncul. Dalam hal ini partisipasi masyarakat setempat belum secara maksimal diperhatikan dalam penetapan lokasi dan operasional pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan Desa Muntuk, Kabupaten Bantul. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian mengenai partisipasi masyarakat terhadap Program Desa Mandiri Pangan di Desa Muntuk, Kabupaten Bantul, sehingga dapat direkomendasikan suatu pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan yang perlu dilakukan.

0 komentar: On STUDI PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN DI DESA MUNTUK, KABUPATEN BANTUL

Posting Komentar

Entri Populer

tempat iklan
Grab this Widget ~ Blogger Accessories
 
bottom