PENDAPATAN MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 23

Selasa, 26 Juli 2011
A. Pengertian Pendapatan
Akuntansi merupakan keg\iatan jasa yang berfungsi menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha tertentu. Informasi ini disajikan dalam laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan. Neraca menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu waktu tertentu, dimana informasi yang tersedia berupa informasi harta, kewajiban serta modal. Perhitungan laba rugi menunjukkan pendapatan yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan serta hasil usaha yang diperoleh dalam suatu periode yang terakhir pada tanggal yang tertera di neraca. Laporan perubahan posisi keuangan menyajikan kegiatan pembiayaan dan investasi perusahaan.

Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, perhatian pada perhitungan laba rugi semakin dirasakan manfaatnya. Dengan adanya informasi mengenai pendapatan, maka dapat membandingkan antara modal yang tertanam dengan penghasilan sebagai alat untuk mengukur kinerja efisiensi perusahaan dan dapat memprediksi distribusi dividen di neraca yang akan datang.
Pendapatan sebagai salah satu elemen penentuan laba rugi suatu perusahaan belum mempunyai pengertian yang seragam. Hal ini disebabkan pendapatan biasanya dibahas dalam hubungannya dengan pengukuran dan waktu pengakuan pendapatan itu sendiri.
Secara garis besar konsep pendapatan dapat ditinjau dua segi, yaitu :
1. Menurut ilmu ekonomi
2. Menurut ilmu akuntansi
ad. 1. Menurut ilmu ekonomi
Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi.
Definisi pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan badan usaha pada awal periode, dan menekankan pada jumlah nilai statis pada akhir periode. Secara garis besar pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.
ad. 2. Menurut ilmu akuntansi
Banyak konsep pendapatan didifinisikan dari berbagai literatur akuntansi dan teori akuntansi. Namun pada dasarnya konsep pendapatan dapat ditelusuri dari dua sudut pandang, yaitu :
 
a. Pandangan yang menekankan pada pertumbuhan atau peningkatan jumlah aktiva yang timbul sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan. Pendekatan yang memusatkan perhatian kepada arus masuk atau inflow adalah Revenue is an inflow of assets in the form of cash, receivables of other property for customer or client, which results from sales of merchandises or rendering of services, or from investment for instance, interest may be carned on bonds or saving deposit. Pandangan yang menekankan kepada penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan serta penyerahan barang dan jasa atau outflow.
Vernon Kam menyatakan Revenue is the gross increase in the value of asset and capital and that the increase eventually pertain to cash. For the primary operations of the business, the cash inflow is created mainly by the production and sale of the output of the firm.
Kam berpendapat, bahwa pendapatan adalah kenaikan kotor dalam jumlah atau nilai aktiva dan modal, dan biasanya kenaikan tersebut berwujud aliran kas masuk ke unit usaha. Aliran kas masuk ini terjadi terutama akibat penciptaan melalui produksi dan penjualan output perusahaan.
Konsep dasar pendapatan pada dasarnya adalah suatu proses mengenai arus penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama jangka waktu tertentu. The basic concept of revenue is that it is a flow process the creation of goods and services by an enterprises during specific internal of time. Konsep pendapatan sering dilihat melalui pengaruhnya terhadap ekuitas pemilik. Berbagai definisi yang timbul sering merupakan kombinasi konsep-konsep tersebut.
FASB SFAC No.6 memberikan pemahaman pendapatan adalah Revenues are inflow or other enhancemant of assets of an entity or settlements of it’s liability (or combination of both) from delivery or producing goods, rendering, services, or other activities that constitute the entity’s on going major or central operations.
Definisi di atas, menekankan pengertian pendapatan pada arus masuk penambahan lain atas aktiva suatu entitas atau penyelesaian kewajiban-kewajibannya atau kombinasi keduanya yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau kegiatan-kegiatan lain yang merupakan operasi inti.
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa ada dua penggolongan mengenai pendapatan, yaitu penggolongan secara luas dan secara sempit. Pendapatan secara luas menitikberatkan kepada keseluruhan kegiatan perusahaan yang menghasilkan kenaikan aktiva atau berkurangnya hutang dan dapat merubah modal pemiliknya. Keseluruhan kegiatan perusahaan itu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan lain di luar kegiatan utama.
Pemfokusan kegiatan perusahaan terhadap kegiatan utama yang berakibat kepada kenaikan aktiva atau pengurangan hutang dan yang dapat merubah modal tersebut pendapatan dalam arti sempit.
Dilihat dari arti sempit, untuk kenaikan ekuitas yang berasal dari transaksi periferal atau insidental pada suatu entitas dan semua transaksi lain dan kejadian serta situasi lain yang mempekerjakan entitias kecuali yang dihasilkan dari pendapatan atau investasi pemilik disebut keuntungan.
Gains are increases in equity (net assets) from peripheral or incidental transaction of an entity except those that result from revenues or investment by owner.
Sedangkan Granof dan Belll mendefinisikan keuntungan sebagai berikut : Gains are increases in net assets from transactions that are not typical of firm day-to-day transaction.

B. Karakteristik Pendapatan
Pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan. Seluruh kegiatan perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan disebur earning process. Secara garis besar earning process menimbulkan dua akibat yaitu pengaruh positif atau pendapatan dan keuntungan dan pengaruh negatif atau beban dan kerugian. The activity of earning process creates two effect, possitive stream (revenues and gains) and negative stream (expenses and loses).
Selisih dari keduanya nantinya menjadi laba atau income dan rugi atau less. Pendapatan umumnya digolongkan atas pendapatan yang berasal dari kegiatan normal perusahaan dan pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan.
Pendapatan dari kegiatan normal perusahaan biasanya diperoleh dari hasil penjualan barang ataupun jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan. Pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan adalah hasil di luar kegiatan utama perusahaan yang sering disebut hasil non operasi. Pendapatan non operasi biasanya dimasukkan ke dalam pendapatan lain-lain, misalnya pendapatan bunga dan deviden.
Ada beberapa karakteristik tertentu dari pendapatan yang menentukan atau membatasi bahwa sejumlah rupiah yang masuk ke perusahaan merupakan pendapatan yang berasal dari operasi perusahaan. Karakteristik ini dapat dilihat berdasarkan sumber pendapatan, produk dan kegiatan utama perusahaan dan jumlah rupiah pendapatan serta proses penandingan.
1. Sumber pendapatan
Jumlah rupiah perusahaan bertambah melalui berbagai cara tetapi tidak semua cara tersebut mencerminkan pendapatan. Tambahan jumlah rupiah aktiva perusahaan dapat berasal dari transaksi modal; laba dari penjualan aktiva yang bukan barang dagangan seperti aktiva tetap; surat berharga; ataupun penjualan anak atau cabang perusahaan; hadiah, sumbangan atau penemuan; revaluasi aktiva tetap; dan penjualan produk perusahaan. Dari semua transaksi di atas, hanya transaksi atas penjualan produk saja yang dapat dianggp sebagai sumber utama pendapatan walaupun laba atau rugi mungkin timbul dalam hubungannya dengan penjualan aktiva selain produk utama perusahaan.
2. Produk dan kegiatan utama perusahaan
Produk perusahaan mungkin berupa barang ataupun dalam bentuk jasa. Perusahaan tertentu mungkin sekali menghasilkan berbagai macam produk atau baik berupa barang atau jasa atau keduanya yang sangat berlainan jenis maupun arti pentingnya bagi perusahaan.
Terkadang, produk yang dihasilkan secara insidental bila dihubungkan dengan kegiatan utama perusahaan atau yang timbul tidak tetap, sering dipandang sebagai elemen pendapatan non operasi, maka pemberian pembatasan tentang epndapatan sangat perlu, untuk itu produk perusahaan harus diartikan meliputi seluruh jenis barang atau jasa yang disediakan atau diserahkan kepada konsumen tanpa memandang jumlah rupiah relatif tiap jenis produk tersebut atau sering tidaknya produk tersebut atau sering tidaknya produk tersebut dihasilkan.
3. Jumlah rupiah pendapatan dan proses penandingan
Pendapatan merupakan jumlah rupiah dari harga jual per satuan kali kuantitas terjual. Perusahaan umumnya akan mengharapkan terjadinya laba yaitu jumlah rupiah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya yang dibebankan. Laba atau rugi yang terjadi baru akan diketahui setelah pendapatan dan beban dibandingkan. Setelah biaya yang dibebankan secara layak dibandingkan dengan pendapatan maka tampaklah jumlah rupiah laba atau pendapatan neto.
C. Kriteria pengakuan pendapatan
Pengakuan sebagai pencatatan suatu item dalam perkiraan-perkiraan dan laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian. Pengakuan itu termasuk penggambaran suatu item baikd alam kata-kata maupun dalam jumlahnya, dimana jumlah mencakup angka-angka ringkas yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Empat kriteria mendasar yang harus dipenuhi sebelum suatu item dapat diakui adalah :
1. Definsi item dalam pertanyaan harus memenuhi definisi salah satu dari tujuh unsur laporan keuangan yaitu aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian.
2. Item tersebut harus memiliki atribut relevan yang dapat diukur secara andal, yaitu karakteristik, sifat atau aspek yang dapat dikuantifikasi dan diukur.
3. Relevansi informasi mengenai item tersebut mampu membuat suatu perbedaan dalam pengambilan keputusan.
4. Reliabilitas informasi mengenai item tersebut dapat digambarkan secara wajar dapat diuji, dan netral.
Empat kriteria pengakuan di atas, diterapkan pada semua item yang akan diakui pada laporan keuangan. Namun SFAC No.5 menyatakan persyaratan yang lebih mengikat dalam hal pengakuan komponen laba dan pada pengakuan perubahan lainnya dalam aktiva atau kewajiban.
Sebagai tambahan pada empat kriteria pengakuan secara umum yang telah dijelaskan sebelumnya, pendapatan dan keuntungan umumnya diakui apabila :
1. Pendapatan dan keuntungan tersebut telah direalisasikan.
2. Pendapatan dan keuntungan tersebut telah dihasilkan karena sebagian besar dari proses untuk menghasilkan laba telah selesai.
Pendapatan direalisasikan ketika kas diterima untuk barang dan jasa yang dijual. Pendapatan itu dapat direalisasikan ketiga klaim atas kas (misalnya, aktiva non kas seperti piutang usaha atau wesel tagih) diterima yang ditentukan dapat segera dikonversikan ke dalam kas tertentu.
Kriteria ini juga dipenuhi jika produk tersebut adalah suatu komoditas, seperti emas, dimana ada pasar publik untuk jumlah tak terhingga, dan produk tersebut dapat dibeli dan dijual pada harga pasar yang telah diketahui.
Pendapatan dihasilkan ketika perusahaan secara mendasar menyelesaikan semua yang harus dilakukannya agar dikatakan menerima manfaat dari pendapatan yang terkait. Secara umum pendapatan diakui ketiga proses menghasilkan laba diselesaikan atau sebenarnya belum diselesaikan selama biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses menghasilkan laba dapat diestimasi secara tepat.

D. Pengukuran dan Pengakuan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Keuangan NO.23.
Kemampuan dari akuntansi memberi suatu informasi yang baik dapat dilihat dari kemampuannya untuk memberikan konsep pengakuan pendapatan dengan tepat sehingga membantu pemakai dalam mengambil keputusan.
Standar Akuntansi Keuangan NO.23 mendefinisikan pendapatan sebagai berikut :
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan hanya terdiri dari arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima perusahaan itu sendiri, di luar dari pernyataan di atas yang tidak memiliki manfaat ekonomi dalam peningkatan ekuitas bagi perusahaan dikeluarkan dari pendapatan.
Saat menentukan pendapatan diakui dapat ditinjau dari besar kemungkiman manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dapat diukur dan diprediksikan dengan normal.
1. Pengukuran pendapatan
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dengan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh perusahaan. Pada umumnya imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun jika terdapat perbedaan antara nilai wajar dan jumlah nominal, maka imbalan tersebut diakui sebagai pendapatan bunga. Nilai wajar disini dimaksudkan sebagai suatu jumlah dimana kegiatan mungkin ditukarkan atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memakai dan berkeinginan untuk meakukan transaksi wajar, kemungkinan kurang dari jumlah nominal kas yang diterima atau dapat diterima.
Barang yang dijual atau jasa yang diberikan untuk diperkirakan atau barter dengan barang atau jasa yang tidak sama, maka pertukaran dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Tetapi bila barang atau jasa yang dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang sama maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.
2. Pengakuan pendapatan
Pendapatan yang timbul dari kegiatan normal perusahaan memiliki identifikasi tertentu. Menurut PSAK No.23 kriteria pengakuan pendapatan biasanya diterapkan secara terpisah kepada setiap transaksi, namun dalam keadaan tertentu adalah perlu untuk menerapkan kriteria pengakuan tersebut kepada komponen-komponen yang dapat diidentifikasi secara terpisah dari suatu transaksi tunggal supaya mencerminkan substansi dari transaksi tersebut. Sebaliknya, kriteria pengakuan diterapkan pada dua atau lebih transaksi bersama-sama bila transaksi tersebut terikat sedemikian rupa sehingga pengaruh komersialnya tidak dapat dimengerti tanpa melihat rangkaian transaksi tertentu secara keseluruhan.
Pendapatan dari penjualan barang harus segera diakui bila seluruh kriteria berikut ini terpenuhi :
• Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memudahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;
• Perusahaan tidak lagi mengelola atau pengendalian efektif atas barang yang dijual;
• Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan handal;
• Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir ke perusahaan tersebut;
• Biaya yang akan terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan handal.
Bila salah satu kriteria di atas tidak dipenuhi, maka pengakuan pendapatan harus ditangguhkan. Pendapatan tidak diakui apabila perusahaan tersebut menahan resiko dari kepemilikan, antara lain :
• Bila perusahaan menahan kewajiban sehubungan dengan pelaksanaan suatu hal yang tidak memuaskan yang tidak dijamin sebagaimana lazimnya;
• Bila penerimaan pendapatan dari suatu penjualan tertentu tergantung pada pendapatan pembeli yang bersumber dari penjualan barang yang bersangkutan;
• Bila pengiriman barang tergantung pada instalasinya, dan instalasi tersebut merupakan bagian signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh perusahaan; dan
• Bila pembeli berhak untuk membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan dalam kontrak dan perusahaan tidak dapat memastikan apakah akan terjadi return.
Pendapatan dan transaksi penjualan jasa dapat diestimasi atas tugas yang disepakati perusahaan. Pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut diakui pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan, penjualan jasa dapat diakui dengan metode persentase penyelesaian, bila memenuhi seluruh kondisi berikut :
• Jumlah pendapatan dapat diukur dengan handal;
• Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;
• Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan
• Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya tidak menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal.
Suatu perusahaan dapat membuat estimasi yang andal setelah perusahaan tersebut dapat dipisah dengan kekuatan hukum berkenaan dengan jasa yang diberikan dan diterima oleh pihak-pihak tersebut, antara lain :
• Hak masing-masing pihak yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan kekuatan hukum yang berkenaan dengan jasa yang diberikan dan diterima pihak-pihak tersebut;
• Imbalan yang harus dipertukarkan; dan
• Cara dan persyaratan penyelesaian.
Tingkat penyelesaian suatu transaksi dapat ditentukan dengan berbagai metode, tergantung pada sifat transaksi, metode tersebut dapat meliputi :
• Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan.
• Jumlah pendapatan dapat diukur dengan handal.
• Pendapatan atas bunga, royalti, dan deviden ini diakui dengan menggunakan dasar tersebut.
• Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut.
• Royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan.
• Dalam metode biaya (cost method), deviden tunai harus diakui bila hak pemegang saham untuk menerima pembayaran diterapkan.
2. Masalah pengukuran dan pengakuan pendapatan
a. Masalah pengukuran pendapatan
Pengukuran akuntansi haruslah diarahkan ke penyajian informasi yang relevan untuk penggunaan yang ditetapkan. Pembatasan data yang tersedia dan ciri-ciri tertentu dari lingkungan membatasi keakuratan dan keterandalan pengukuran. Oleh sebab itu keterbatasan ini harus dikemukakan secara eksplisit dan dipertimbangkan dalam pengembangan prinsip serta prosedur akuntansi, karena kendala-kendala ini tidak dapat dibuang oleh lingkungan atau kurangnya alat pengukur memadai.
Nilai tukar produk atau jasa sebagai hasil penjualan perusahaan merupakan ukuran terbaik dan paling objektif bagi pendapatan. Penentuan satuan ukur untuk pendapatan secara umum dinyatakan dengan jumlah uang atau unit moneter. Penentuan ini menimbulkan masalah, oleh sebab itu adanya penurunan atau kenaikan daya beli umum sepanjang waktu.
Keterbatasan pengukuran pendapatan dapat timbul karena data akuntansi disajikan berdasarkan asumsi bahwa data itu relevan. Meramalkan pada masa yang akan datang pada umumnya tidak pasti, maka sulit menetapkan pengukuran yang relevan untuk tujuan ini.
Namun, ketidakmampuan untuk membuat pengukuran pendapatan yang terandal dan atribut khusus yang dianggap relevan dapat juga disebab oleh kurangnya teknik pengukuran yang terandal dan ketidakmampuan untuk menemukan prosedur pengukuran pendapatan yang menjelaskan secara layak atribut yang sedang diukur.
b. Masalah pengakuan pendapatan
Pada penjelasan sebelumnya konsep pendapatan hingga saat ini sulit dirumuskan oleh para ahli ekonomi maupun akuntansi, hal ini disebabkan pendapatan menyangkut prosedur tertentu, perubahan nilai tertentu dan waktu pendapatan harus dilaporkan.
Didalam definisi pendapatan sebagai produk perusahaan dalam mengukur dan melaporkan pendapatan masih menghadapi masalah. Suatu alternatif pengakuan pendapatan pada waktu penyelesaian kegiatan utama ekonomi adalah konsep pelaporan pendapatan berdasarkan kejadian kritis atau yang paling menentukan, dengan kata lain sebagian pendapatan diakui kemudian jika fungsi atau kegiatan ekonomi tambahan akan terjadi kemudian.
Sebaliknya bahwa nilai tambahan oleh perusahaan seharusnya dialokasikan beberapa titik waktu, bahkan jika pertambahan nilai oleh perusahaan dilaporkan pada satu titik waktu saja maka jumlah pendapatan yang ditunjukkan oleh pertambahan nilai karena faktor-faktor ekonomi lainnya harus dilaporkan pada satu titik waktu saja. Walaupun pendapatan yang ditunjukkan oleh pertambahan nilai karena faktor-faktor lainnya sesuah pengakuan utama. Inilah konsep nilai bersih yang dapat direalisasikan yaitu harga penjualan tunai akhir dikurangi biaya tambahan untuk memproduksi dan menjual.
Salah satu kesulitan utama konsep realisasi adalah bahwa realisasi mempunyai arti berbeda-beda bagi setiap orang. Di dalam pengertian yang lebih luas, istilah ini digunakan hanya untuk mengartikan pengakuan pendapatan. Tetapi banyak para ahli menggunakan istilah realisasi tersebut dalam arti memandangnya sebagai aturan khusus yang cocok bagi pelaporan transaksi, sedangkan yang lain akan memasukkan semua kenaikan nilai tanpa mempermasalahkan jenis dan sumbernya.
Dari berbagai istilah dan penjelasan mengenai pengakuan pendapatan yang dijelaskan oleh para ahli dan pakar akuntansi terlihat dengan jelas bahwa hingga saat ini belum ada kesepakatan diantara para ahli berkaitan dengan masalah pengakuan pendapatan, hal ini mungkin saja disebabkan perbedaan geografis dan keadaan, serta praktek-praktek yang akan dihadapi di masing-masing daerah atau negara. Untuk itu bagi perusahan dalam menggunakan konsep pengakuan pendapatan memilih salah satunya dalam menggunakan konsep pengakuan pendapatan dan diharapkan diterapkan secara konsisten dalam perusahaan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Dykman, Thomas R., Akuntansi Intermediate, Edisi Ketiga, Jilid Satu, terjemahan Munir Ali, Erlangga, Jakarta, 2000.
Granof, Michael H., Philip W., Bell, Financial Accounting Principles and Issues, Fourth Edition, Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, 1991.
Hadibroto, S., Sukadam, Sudardjat, Akuntansi Intermediate, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1985.
Harahap, Sofyan Safri, Teori Akuntansi, PT. Raja Grafindo Perseda, Jakarta, 1993.
Hendriksen, Eldon S., Accounting Theory, Fifth Edition, Richard D.Irwin Inc., Homewood, Illinois, 1990.
Kam, Vernon, Accounting Theory, Edisi Kedua, terjemahan Suwardjono, BPFE, Yogyakarta, 1998.
Niswonger, C.Rollin, Fess, Philip E., Prinsip-Prinsip Akuntansi, Edisi Ketujuhbelas, Erlangga, Jakarta, 1999.
Smith, Jay M., Skousen, K.Fred, Akuntansi Intermediate Volume Komprehensive, Edisi Kesebilan, Jilid Dua, terjemahan Alfonsus Sirait, Erlangga, Jakarta, 1993.
FASB APB Statement No.4, Basic Concept and Accounting Principle Underlying Financial Statements of Business Enterprise, AICPA Inc., New York, 1970.
FASB, Accounting Standard Original Pronoucements, Juli 1973 - Juli 1984, New York, 1984.
FASB, Statement of Financial Accounting Concept NO.5, “Recognation and Measurement in Financial Statement of Business Enterprises, Norwalk, 1984.
FASB, SFAC No.5, Edisi Kedua, terjemahan Suwardjono, BPFE, Yogyakarta, 1989.
FASB, Statement of Financial Accounting Concept No.6, “Elements of Financial Statements of Business Enterprises”, Norwalk, 1985.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Buku Dua, Salemba Empat, Jakarta, 1994.

RUSTAM
Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Universitas Sumatera Utara
Read the story >

Porsi diet Makan Sedikit, Frekuensi Lebih Sering

Senin, 25 Juli 2011
Salah satu cara yang dapat Anda lakukan jika Anda ingin menurunkan berat badan adalah sebaiknya Anda makan dengan porsi sedikit namun frekuensi lebih sering. Penjelasannya bagaimana Porsi diperkecil dan frekuensi yang lebih tinggi ini akan membuat metabolisme tubuh Anda akan lebih
aktif, sehingga pembakaran lemak akan terjadi. Bagaimana makan lebih sering namun dalam beberapa porsi yang dibagi Berikut ini contohnya:
Sarapan (7.00)
1 telur rebus
1 cup oatmeal

Snack Pagi:  (10.00)
1 buah apel

Makan Siang (13.00)
1 ons dada ayam
1 cup nasi merah
1 cup sayur

Snack Siang (16.00)
1 potong roti gandum utuh
1 potong ikan atau daging panggang

Makan Malam:  (19.00)
1 ons dada ayam
 1 cup sayuran

Sebelum Tidur  (21.00)
Susu Tinggi Protein namun rendah lemak dan gula.

Anda bisa lihat dari menu contoh tersebut bahwa kita tidak mengurangi konsumsi ikan, ayam dan daging. Protein di dalam ayam, ikan, dan daging tidak akan membuat Anda gemuk. Yang perlu diwaspadai adalah konsumsi gula dan karbohidrat yang terlalu banyak dalam nasi.
Perlu diperhatikan, mungkin beberapa orang bertanya kepada Anda bahwa mereka tidak bisa mengikuti jam-jam pola makan yang tertulis di atas. Saya ingin menggarisbawahi bahwa jam yang saya tulis disini hanyalah sebagai patokan saja. Tidak mengikat. Boleh disesuaikan dengan kondisi Anda karena kegiatan sehari-hari tiap-tiap orang pasti berbeda kan.
Poin utama disini adalah bahwa dengan makan lebih sering maka tubuh Anda akan lebih aktif mencerna. Proses mencerna yang sering ini yang akan mengaktifkan kembali metabolisme tubuh Anda. Banyak orang yang sedang menjalani pengaturan menu makanan diet seperti ini berkata saya tidak lapar koq disuruh makan. Ketahuilah fakta sebenarnya bahwa, tidak lapar itulah bukti bahwa metabolisme tubuh Anda memang lambat dan itu yang harus dirubah, dipercepat supaya pembakaran lemak terjadi.
Bagaimana, sudah siap menyusun jadwal makan besok pagi Mungkin pada awalnya Anda akan kaget dengan pola makan diet yang baru ini. Tapi lama-lama Anda akan terbiasa dan terbawa dalam sikap keseharian.
Read the story >

Bab 2 STATISTIK DESKRIPTIF

Sabtu, 16 Juli 2011
Statistik Deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data statistik –yang dapat diperoleh dari hasil sensus, survei, atau pengamatan lainnya- umumnya masih acak, ‘mentah’ dan tidak terorganisir dengan baik (raw data). Data-data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafis, sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan (Statistik Inferensi).

Dalam bab ini akan dibahas menu dari SPSS yang berhubungan dengan Statistik Deskriptif, yaitu SUMMARIZE. Menu ini mempunyai beberapa submenu:

A. FREQUENCIES
Frequencies membahas beberapa penjabaran ukuran statistik deskripsi seperti Mean, Median, Kuartil, Persentil, Standar Deviasi dan lainnya.
B. DESCRIPTIVES
Descriptives berfungsi untuk mengetahui skor z dari suatu distribusi data dan menguji apakah data berdistribusi normal ataukah tidak.
C. EXPLORE
Explore berfungsi untuk memeriksa lebih teliti sekelompok data. Alat utama yang dibahas adalah box-Plot dan Steam and Leaf Plot, selain beberapa uji tambahan untuk menguji apakah data berasal dari distribusi normal.
D. CROSSTABS
Crosstabs digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam bentuk tabel silang (crosstab), yang terdiri atas baris dan kolom. Selain itu, menu ini juga dilengkapi dengan analisis hubungan di antara baris dan kolom, seperti independensi di antara mereka, besar hubungannya dan lainnya.
E. CASE SUMMARIES

Case Summaries digunakan untuk melihat lebih jauh isi statistik deskriptif yang meliputi subgrup dari sebuah kasus, seperti grup Pria dan Wanita, dapat dibuat subgrup untuk Pria berusia Remaja dan Dewasa, serta dibagi lagi pada Remaja yang tinggal di kota dan seterusnya
Read the story >

BAB I P E N D A H U L U A N

Jumat, 15 Juli 2011
BAB I
P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang
Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang terletak di Pulau Nias. Kabupaten Nias Selatan berpenduduk 275.422 jiwa (Januari 2005). Nias Selatan sebelumnya adalah bagian dari wilayah Kabupaten Nias. Kabupaten Nias Selatan mendapatkan status otonomnya pada 25 Februari 2003 yang kemudian diresmikan pada 28 Juli 2003.

Secara geografis, Kabupaten Nias Selatan terdiri atas 104 gugusan pulau besar dan kecil dengan letak yang memanjang sejajar Pulau Sumatera. Panjang pulau-pulau itu lebih kurang 60 kilometer, lebar 40 kilometer. Dari seluruh gugusan pulau itu, ada empat pulau besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km²), Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau Tello (18 km²), dan Pulau Pini (24,36 km²). Tidak seluruh pulau berpenghuni.
Masyarakat Nias Selatan tersebar di 21 pulau dalam delapan kecamatan. Sektor ekonomi kabupaten ini, terutama didukung oleh sektor pertanian dan pariwisata. Dari sektor pertanian, komoditas unggulan terutama dari perkebunan, yakni kelapa, karet, dan nilam. Seluruhnya merupakan perkebunan rakyat. Sentra perkebunan kelapa di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya. Sedangkan di Kecamatan Lahusa, Lolomatua, dan Lolowa’u merupakan sentra tanaman karet serta nilam. Hasil pertanian lain yang menjadi unggulan adalah padi dan ikan dengan sentra produksi tanaman padi berada di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa, dan Amandraya. Sementara daerah
tangkapan ikan di Nias Selatan terdapat di Kecamatan Pulau-pulau Batu dan Hibala.
Pada umumnya komoditas pertanian daerah ini dijual dalam bentuk apa adanya, belum
melalui proses pengolahan. Para pekerja menggarap komoditas andalan secara
tradisional. Pada saat panen, hasil perkebunan dan perikanan dikirim ke Sibolga melalui
jalur transportasi laut. Adapun padi dimanfaatkan untuk konsumsi masyarakat
setempat.
Di bidang pariwisata, potensi wisata Kabupaten Nias Selatan terletak pada jalur yang
disebut Segitiga Emas Industri Pariwisata Nias Selatan (RTRW Kabupaten Nias Selatan
Tahun 2004-2014), yakni Kecamatan Lolowa’u-Gomo-Pulau-pulau Batu dengan porosnya
adalah Omo Hada, yang merupakan rumah tradisional di Desa Bawomataluo, Kecamatan
Teluk Dalam. Daerah Nias Selatan terkenal dengan tradisi hombo batu-nya atau yang
lebih dikenal dengan lompat batu. Selain itu, Sorake, salah satu pantai di daerah itu,
akrab di telinga penggemar olahraga selancar. Turnamen selancar tingkat dunia
beberapa kali diadakan di pantai itu.
Objek-objek wisata alam sangat potensial di Kabupaten Nias Selatan. Di Kecamatan
Pulau-pulau Batu terdapat lokasi menyelam, terumbu karang, serta ikan-ikan hias dan
pantai berpasir putih. Adapun peninggalan zaman megalitik berupa batu-batu megalit di
Kecamatan Lahusa dan Gomo. Andalan wisata lainnya adalah Pantai Lagundri yang
berpasir putih serta Pantai Sorake (Kecamatan Teluk Dalam) yang ombaknya jadi sarana
olahraga selancar. Meskipun sebagai salah satu tulang punggung perekonomian, kegiatan
PENDAHULUAN 2
pariwisata di Kabupaten Nias Selatan belum optimal dikembangkan, baik dalam hal
penyediaan infrastrukturnya maupun manajemennya.
Di Teluk Dalam juga terdapat desa adat yaitu Desa Bawomataluo, yang dapat dikatakan
sebagai cagar budaya karena merupakan sebuah potret sejarah dari perkembangan
budaya Nias. Di desa ini terdapat deretan rumah tradisional terbuat dari kayu dengan
arsitektur khas Nias yang masih dihuni oleh penduduk sebagaimana layaknya komplek
perumahan. Di perkampungan itu juga bisa disaksikan tradisi hombo batu atau lompat
batu yang terkenal itu.
Pada 28 Maret 2005, gempa melanda kepulauan Nias dengan kekuatan 8,7 skala Richter.
Sebelumnya pada 26 Desember 2004, Nias juga mengalami tsunami yang juga bagian
dari bencana yang menimpa Aceh. Dari data pemerintah setempat, tercatat 138 orang
meninggal dunia, 5.845 rumah warga hancur, juga 274 tempat ibadah, 20 perkantoran,
dan 217 bangunan sekolah di Kabupaten Nias Selatan. Peristiwa ini melumpuhkan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan di daerah tersebut, termasuk kegiatan
pertanian dan pariwisata. Sementara pemerintah daerah tidak mampu mengendalikan
kerusakan-kerusakan dengan sumberdaya yang terbatas.
Berkaitan dengan kegiatan pembangunan di Nias, saat ini UN-Habitat menjadi fasilitator
dalam proses perencanaan partisipatif yang merupakan bagian dari ANSSP (Aceh-Nias
Settlement Support Programme) bekerja sama dengan UNDP’s AERTR (Aceh Emergency
Response and Transitional Recovery Programme) dalam membangun 3500 rumah di 13
kecamatan di Aceh dan Nias.
Program yang diselenggarakan UN-Habitat ini dinamakan Program Pembangunan
Kecamatan di Aceh dan Nias (PeKAN). Program ini bertujuan untuk menyiapkan
kecamatan-kecamatan untuk lebih siap dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan
program yang berbasis pada partisipasi masyarakat ini diharapkan pembangunan yang
dilaksanakan benar-benar merupakan hasil dari aspirasi dan partisipasi masyarakat
sehingga hasilnya nanti dapat lebih tepat sasaran.
Sistem infrastruktur menjadi pendukung utama dalam sistem sosial dan sistem ekonomi,
oleh karena itu setiap perancangan masing-masing sistem infrastruktur maupun
keseluruhannya harus dilakukan dalam konteks keterpaduan dan menyeluruh, termasuk
di dalamnya melibatkan masyarakat dalam setiap tahapannya.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan realisasi pembangunan menjadi elemen
yang tidak bisa diabaikan. Dalam tataran pembangunan permukiman, telah terjadi
pergeseran paradigma pembangunan yaitu dari paradigma ekonomi dan sosial ke
paradigma pemanusiaan (manusiawi). Paradigma pemanusiaan ini diwujudkan dengan
menerapkan strategi pemberdayaaan masyarakat dalam perencanaan dan realisasinya.
Masyarakat didudukkan sebagai pelaku utama pembangunan serta diberdayakan agar
mampu menangani permasalahan dalam pembangunan lingkungannya.
Pendekatan partisipatif dalam perencanaan pembangunan, seharusnya tidak hanya
berhenti pada upaya untuk menemukan solusi konseptual yang partisipatif dan ‘locally
genuine’. Solusi konseptual tersebut perlu dijabarkan secara profesional dan
diformalkan dalam konsep penataan ruang kawasan/wilayah terkait.
PENDAHULUAN 3
1.2 Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari pekerjaan ini adalah menyiapkan rencana pengembangan infrastruktur yang
tertuang dalam rencana tata ruang (spatial planning) untuk Teluk Dalam, Nias Selatan
yang melingkupi komponen-komponen infrastruktur terutama yang mendukung
perencanaan pariwisata yang berbasis pada masyarakat.
1.2.2 Sasaran
• Identifikasi potensi dan permasalahan infrastruktur, terutama yang mendukung
kegiatan kepariwisataan.
• Identifikasi kluster-kluster kawasan pengembangan pariwisata.
• Identifikasi kebutuhan-kebutuhan pengembangan infrastruktur berdasarkan skala
prioritas.
• Terumuskannya pedoman bagi pengambil kebijakan pembangunan untuk mengambil
langkah strategis dan sekaligus menentukan prioritas yang dibangun berdasarkan
kebutuhan yang mendesak ataupun berdasarkan pertimbangan teknis dan strategis
perkembangan wilayah, serta aspirasi masyarakat.
1.3 Ruang Lingkup
1.3.1 Lingkup Wilayah
Wilayah studi adalah wilayah Kecamatan Teluk Dalam yang merupakan ibukota
Kabupaten Nias Selatan dengan unit kajian adalah desa-desa penyangga kawasan
perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan bagi kegiatan di Kabupaten Nias Selatan
serta desa-desa yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat kegiatan
pariwisata, di antaranya adalah Desa Hilisataro, Desa Hilimaetaluo, Desa Hiliganowo,
Desa Bawodobara, Desa Bawozauo, Desa Bawonifaoso, Desa Bawolawalani, Kelurahan
Teluk Dalam, Desa Hilitobara, Desa Hiligeho, Desa Hilizihono, Desa Hiliamaetaniha, Desa
Lagundri, Desa Botohilitano, Desa Bawonahono, Desa Bawomataluo, Desa Hilisondrecha,
dan Desa Hilinawalo Mazingo.
1.3.2 Lingkup Materi
Output dari pelaksanaan studi ini adalah suatu pedoman pengembangan infrastruktur
yang mendukung kegiatan pariwisata di Kabupaten Nias Selatan, khususnya di wilayah
Teluk Dalam. Pedoman pengembangan meliputi perencanaan komponen-komponen
infrastruktur yang merupakan hasil dari penjaringan informasi dan aspirasi masyarakat
dengan pertimbangan skala prioritas.
Output ini nantinya dijadikan pedoman, baik bagi pemerintah provinsi maupun
pemerintah kabupaten dalam mengambil kebijakan pembangunan untuk Nias Selatan.
Juga bagi lembaga-lembaga yang berminat dan mempunyai kepentingan dalam kegiatan
pembangunan di Nias Selatan ini.
PENDAHULUAN 4
Providing Infrastructure Planning Expertise
to a Participatory Development Planning Process
in Teluk Dalam, Nias
Focussing on Urban Tourism Development
Peta
Wilayah Studi
Legenda
Batas Kecamatan
Batas Desa
Jalan Kabupaten
Jalan Desa
Ibukota Kecamatan
Kantor Desa
Utara
No. Gambar Halaman
1.1 3
Skala: 1 : 150.000
Sumber: Bappeda, Kabupaten Nias Selatan
Samudera Hindia
Sungai
Hilifarono
Botohilitano
Hilinawalo Fau
Siwalawa Hilinamozaua
Hilisaootoniha
Hiliana'a
Lawindra
Hilizalootano
Hilifalago
Hilizihono
Hiligeho Bawolowalani
TELUK DALAM
Hilitobara
Lagundri
Bawogosali
Hilisimaetano
Orahili Fau
Hiliamaetaniha
Hilimaenamolo
Bawozihono
Hilindrasoniha
Hilialawa
Bawoganowo
Hilinamoniha
Hiliamaetaluo
Hiliganowo
Hilisataro
Bawozaua
Bawonifaoso
Hilinawalomazingo
Hilimondregeraya
Hilisondrekha
Bawodobara
Hilizoroilawa
Bawolahusa
Onohondro
Lahusa Fau
Bawonahono
Bawomataluo
PENDAHULUAN 5
1.4 Metodologi
1.4.1 Kerangka Pikir
Studi tentang proses perencanaan infrastruktur pendukung pariwisata berbasis
partisipasi masyarakat dilatarbelakangi oleh kondisi infrastruktur yang ada di wilayah
Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan. Kondisi infrastruktur yang ada pasca
gempa dan tsunami saat ini sangat tidak memadai dalam mendukung kegiatan
pariwisata yang memang menjadi sektor unggulan Kabupaten Nias Selatan. Bahkan
sebelum terjadi bencana, kondisi infrastruktur belum optimal dalam mendukung
kegiatan pariwisata. Selain itu sebagai kabupaten yang baru berkembang juga
mengharuskan keterlibatan semua pihak yang terkait dalam mendukung perkembangan
daerah secara keseluruhan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perencanaan infrastruktur sangatlah diperlukan
khususnya dalam mendukung pengembangan sektor kepariwisataan Kabupaten Nias
Selatan. Dalam proses ini akan mengacu kepada kerangka pikir yang tahapannya terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu:
Inception Report
a. Tahapan awal yang dilakukan dalam proses ini adalah dengan melakukan preliminary
study yang merupakan review terhadap kerangka acuan (TOR) dengan didukung studi
kepustakaan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, kepariwisataan, dan
pembangunan partisipatif, serta dengan melakukan survei awal lapangan di wilayah
studi.
b. Tahapan selanjutnya adalah persiapan pelaksanaan yang melingkupi kesiapan
materi-materi konsep dan metodologi yang berkaitan dengan pengembangan
infrastruktur dan menyiapkan rencana kerja untuk tahapan-tahapan selanjutnya.
c. Dalam laporan ini juga memaparkan identifikasi eksisting wilayah perencanaan
terhadap potensi dan permasalahan yang sekiranya perlu dikaji sebagai dasar
analisis dan rekomendasi yang akan diusulkan dalam hasil studi ini. Adapun dasardasar
untuk identifikasi ini adalah input data, baik berupa data primer yang didapat
melalui survei lapangan, Focussed Group Discussion (FGD) dan wawancara secara
langsung dengan masyarakat dan survei sekunder yang dilakukan dengan mengambil
data–data yang mendukung ke instansi–intansi terkait. Identifikasi-identifikasi yang
dilakukan meliputi identifikasi potensi dan permasalahan wilayah studi yang terbagi
dalam permasalahan fisik, sosial, ekonomi, serta infrastruktur, dan secara khusus
dilakukan identifikasi kluster–kluster pariwisata yang merupakan langkah awal dalam
menentukan potensi pariwisata yang dapat dikembangkan di wilayah Teluk Dalam.
Intermediate Report
Pada tahap ini dilakukan proses analisis. Adapun input pada tahapan ini didapat melalui
identifikasi eksisting serta informasi-informasi yang didapat melalui penjaringan
informasi melalui pertemuan-pertemuan dengan aparat pemerintah, masyarakat, tokoh
masyarakat, agama, pendidikan, wanita, pemuda, adat, dan sebagainya. Yang dikaji
dalam laporan ini meliputi:
a. Analisis stakeholder yang dilakukan untuk melihat profil, potensi, kontribusi, input,
peran, dan akses para stakeholder. Adapun teknik identifikasi yang dilakukan adalah
berupa wawancara, dan penyebaran kuesioner.
PENDAHULUAN 6
Gambar 1.2
Kerangka Pikir
Providing Infrastructure Planning Expertise to a Participatory Development Planning Process in Teluk Dalam, South Nias
Focussing on Urban Tourism Development
Final
Report
Preliminary
Study
Persiapan
Pelaksanaan
Identifikasi
Eksisting
Analisis
T O R
Studi Pustaka
Preliminary Survei
• Konsep &
Metodologi
• Workplan
• Identifikasi kluster
pariwisata
• Identifikasi potensi &
permasalahan
• Data-data (primer &
sekunder)
• FGD – P R A
• Observasi Lapangan
• Analisis stakeholder
• Analisis prioritas
kebutuhan
infrastruktur
• Hasil-hasil pertemuan
• Draft spatial planning
Rencana
• Rencana
pengembangan
infrastruktur
• RPJM/Action Plan
• Final Spatial Planning
Remark &
Evaluation
Elaboration &
Finishing/Finalisasi
Inception
Report
Intermediate
Report
Draft
Final Report
7 September 2006 25 September 2006 27 Oktober 2006 20 Desember 2006
input/output
proses
hasil pelaporan
PENDAHULUAN 7
Prinsip dalam analisis ini adalah keterlibatan semua pihak, dengan relevansi tidak
semua pihak yang dilibatkan namun cukup mereka yang memegang peran penting
dalam proses dan kepekaan jender.
b. Analisis prioritas kebutuhan infrastruktur yang dilakukan untuk menentukan skala
prioritas terhadap rencana pengembangan infrastruktur terutama yang berkaitan
dengan sektor kepariwisataan.
Draft Final Report dan Final Report
Pada tahapan ini output yang dihasilkan adalah progres dari laporan intermediate yang
sudah memunculkan konsep dan strategi rencana pengembangan infrastruktur yang
berkaitan dengan pengembangan sektor kepariwisataan, dan RPJM/action plan serta
final rencana tata ruang.
Sedangkan Final Report merupakan hasil perbaikan/penyempurnaan maupun revisi atas
evaluasi dan koreksi terhadap draft final report dan menjadi hasil akhir dari seluruh
pekerjaan.
1.4.2 Pendekatan Studi
a. Pendekatan Partisipatif
Partisipasi masyarakat adalah pelibatan aktif masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek pembangunan, dan
bukan lagi ‘as an only object’. Pembangunan partisipatif mengacu pada paradigma
populis yang diartikan sebagai proses pembangunan yang menyeluruh dengan
memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada baik secara individu, kelompok sosial
maupun kelompok masyarakat secara teritorial pada skala menengah – kecil melalui
mobilisasi kemampuan sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan
bersama baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Harapan utama dari
perkembangan paradigma ini pada tataran aplikatif adalah untuk mengeliminasi
terjadinya disparitas.
b. Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)
Pembangunan infrastruktur menyangkut pembangunan yang menyeluruh. Konsep
pengembangan dan strategi pemanfaatan infrastruktur tidak memandang batasan
administrasi tersebut sebagai batasan spasial. Pembangunan infrastruktur
diharapkan menjadi pendorong bagi perkembangan wilayah-wilayah sekitar sehingga
akan mencapai pemerataan pembangunan.
c. Pendekatan Prioritas (Priority Approach)
Pendekatan prioritas digunakan untuk menentukan komponen-komponen
infrastruktur serta program-program pembangunan yang dituangkan dalam suatu
indikasi program yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan.
d. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Dengan pendekatan ini maka hasil dari perumusan konsep, strategi, dan skenario
pengembangan tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan hasil-hasilnya bagi
kepentingan generasi mendatang. Pemahaman pembangunan berkelanjutan harus
didasari pada identifikasi yang tajam mengenai daya dukung (supporting capacity)
dan daya tampung (carrying capacity) lingkungan terhadap kehidupan di atasnya.
Keberlanjutan juga meliputi keberlanjutan dalam hal pengelolaan karena dalam
konsep pembangunan partisipatif, keterlibatan masyarakat berlangsung terusmenerus
dari tahap perencanaan, implementasi dan monitoring hingga evaluasi
pelaksanaan pembangunan.
PENDAHULUAN 8
1.4.3 Metode Pengumpulan Data
Beberapa metoda pengumpulan data yang dilakukan dalam pekerjaan ini adalah sebagai
berikut:
a. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan dalam rangka penelaahan dasar hukum dan tinjauan awal
(Preliminary Study) literatur-literatur yang berkaitan dengan pekerjaan perencanaan
pembangunan infrastruktur maupun data-data sekunder yang mendukung. Studi
pustaka dilakukan dari instansi-instansi terkait maupun sumber-sumber literatur
atau referensi lainnya.
b. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi potensi dan permasalahan
yang ada di lapangan. Observasi lapangan dilakukan guna melakukan Cross Check
terhadap identifikasi/kompilasi data yang telah dilakukan sebelumnya. Observasi
lapangan juga dilakukan untuk memperoleh data-data yang diperlukan untuk
menganalisis suatu potensi dan permasalahan dalam rangka memperoleh rumusan
kebijakan pengembangan infrastruktur di wilayah perencanaan.
Dalam kegiatan ini beberapa data yang diperlukan antara lain:
• Kondisi fisik dan geografis wilayah studi
• Data kondisi jaringan infrastruktur yang ada (jalan, air bersih, kelistrikan,
telekomunikasi, kepariwisataan dan lain-lain), termasuk kondisi potensi dan
permasalahan sosial budaya yang berkembang saat ini.
Data-data tersebut dikumpulkan kemudian ditinjau/dikaji ulang untuk menentukan
jaringan infrastruktur yang mendapat prioritas sebagai usulan pekerjaan untuk
program pembangunan mendatang yaitu pembangunan baru, peningkatan, serta
program pemeliharaan berdasarkan data dan informasi maupun aspirasi yang
diperoleh.
c. Focussed Group Discussion (FGD)
Focussed Group Discussion (FGD) adalah kegiatan diskusi mengenai topik tertentu
dalam rangka menggali data dan informasi yang bersifat eksisting maupun program,
terkait dengan komponen-komponen infrastruktur di wilayah studi. Kegiatan diskusi
ini lebih efektif dalam pembahasan permasalahan karena lebih fokus dan terarah.
Yang diharapkan dari kegiatan FGD ini adalah:
• Pengumpulan data kualitatif yang efektif dan efisien melalui diskusi dan
pembahasan dengan seluruh stakeholder pembangunan.
• Dinamika kelompok yang terbangun dapat difokuskan pada masalah dan isu utama
sehingga secara otomatis dapat diketahui seberapa jauh terdapat konsistensi dan
kesamaan persepsi atau pandangan di kalangan peserta.
• Kelompok peserta dapat melakukan kendali mutu data, informasi, dan output
pekerjaan serta saling mengecek, sehingga dapat dihindarkan perbedaan
pendapat dan persepsi.
FGD ini dilaksanakan pada tingkat kecamatan diikuti oleh stakeholder pembangunan
yang meliputi:
• Perwakilan dari masyarakat (tokoh pemuda, wanita, pendidikan, agama)
• Lembaga adat
• Aparat pemerintahan (desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten)
PENDAHULUAN 9
• Pemerintah daerah melalui dinas yang terkait
• LSM/NGO
• Pihak Swasta
Kegiatan FGD dilakukan dengan metode Participatory Rural Appraisal (P R A). PRA
ditekankan pada pengetahuan lokal dan memberdayakan masyarakat lokal untuk
melakukan penaksiran, analisis, dan perencanaan secara mandiri. PRA menggunakan
simulasi kelompok dan latihan-latihan untuk melayani penggunaan informasi
bersama, analisis, dan aksi antar-stakeholder.
1.4.4 Metode Analisis
a. Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder merupakan alat untuk mengidentifikasikan stakeholder.
Pemahaman peran dan kontribusi potensial dari berbagai stakeholder merupakan
prasyarat utama bagi perencanaan. Keterlibatan stakeholder akan mencerminkan
berbagai kekuatan, interest/minat, dan sumber daya yang berbeda.
Tujuan dilakukannya analisis stakeholder adalah:
• Identifikasi berbagai stakeholder yang relevan dengan perencanaan pembangunan
• Memetakan peran dan kontribusi stakeholder dalam pembangunan sehingga dapat
dikenali letak masalah yang menghampat potensi atau keterlibatan mereka
• Memaksimalkan peran dan kontribusi masing-masing stakeholder karena dengan
dukungan aktif semua pihak akan mendorong keberhasilan aktivitas pembangunan.
b. Analisis SWOT
Analisis SWOT pada setiap komponen infrastruktur dilakukan berdasarkan pada
temuan-temuan dari forum FGD maupun dari informasi-informasi yang diperoleh.
Beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui analisis SWOT pada dalam
perencanaan pembangunan infrastruktur antara lain:
• Kekuatan (Strengths) yaitu aspek internal positif yang dapat dikontrol dan dapat
diperkuat dalam perencanaan.
∼ Potensi, keunggulan, dan keuntungan suatu kawasan atau program?
∼ Program-program, keinginan, upaya atau keberhasilan yang telah dilakukan?
• Kelemahan (Weaknesess) yaitu aspek internal negatif yang dapat dikontrol dan
dapat diperbaiki dalam perencanaan.
∼ Permasalahan yang perlu diperbaiki?
∼ Kendala-kendala internal (teknis maupun pengelolaan)?
• Peluang (Opportunities) yaitu kondisi eksternal positif yang tidak dapat dikontrol
dan dapat diambil keuntungannya.
∼ Kesempatan baik yang sedang dihadapi?
∼ Kecenderungan perkembangan yang mendesak/penting saat ini?
∼ Kebijakan-kebijakan baru?
∼ Perubahan sosial?
∼ Aspirasi-aspirasi yang berkembang?
• Ancaman (Threats) yaitu kondisi eksternal negatif yang tidak dapat dikontrol dan
mungkin dapat diperkecil dampaknya.
∼ Hambatan yang sedang dihadapi?
∼ Persaingan?
∼ Tuntutan perubahan karena kendala-kendala alam?
PENDAHULUAN 10
c. Analisis Penentuan Prioritas
Perencanaan pembangunan infrastruktur dirinci hingga perumusan program
pembangunan, penahapan, serta sistem pengelolaannya. Hal ini karena suatu
rencana pembangunan dapat dilaksanakan bila ketiga aspek penting tersebut telah
disusun dengan tepat. Oleh karena itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
menyusun suatu indikasi program adalah sebagai berikut:
• Skala Prioritas
Berdasarkan pertimbangan ini, maka untuk komponen-komponen infrastruktur
yang mempunyai tingkat kemendesakan/urgensi tinggi menjadi prioritas utama.
Tingkat kemendesakan ini diperoleh dari hasil analisis kebutuhan prasarana dan
sarana pelayanan dengan menggunakan standar kebutuhan yang ada dan aspirasi
masyarakat. Selain itu, sebagai bahan kajian utama adalah perlunya diperhatikan
jenis kebutuhan primer, sekunder, maupun kebutuhan dasar. Dari hasil analisis
tersebut diperoleh urutan skala prioritas kebutuhan prasarana dan sarana
pelayanan yang benar-benar sesuai dengan kondisi eksisting dan kebutuhan
masyarakat di wilayah perencanaan.
• Waktu Perencanaan dan Pelaksanaan
Apabila kompenen-komponen infrastruktur dinilai memiliki tingkat kemendesakan
yang sama maka pemeringkatan skala prioritas dapat dilakukan dengan dasar
pertimbangan waktu perencanaan atau pelaksanaannya. Penilaiannya adalah bila
elemen infrastruktur dengan waktu perencanaan dan pelaksanaannya lebih
pendek/cepat maka dapat lebih diprioritaskan. Demikian juga sebaliknya, bila
elemen kebutuhan tersebut memiliki masa perencanaan dan pelaksanaan lebih
panjang/lama dapat masuk pada skala prioritas berikutnya.
• Kemampuan Pendanaan
Kemudian bila dari kedua pertimbangan di atas mempunyai skala prioritas yang
sama, maka kemampuan pendanaan akan sangat menentukan urutan skala
prioritas. Berdasarkan kondisi kemampuan pendanaan tentu akan dipilih elemen
kebutuhan dengan anggaran terkecil untuk menjadi prioritas utama. Demikian
seterusnya, sampai suatu kawasan memiliki kemampuan dana yang memadai
untuk melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana lingkungan dengan
anggaran lebih besar.
d. Analisis Kebutuhan Infrastruktur
Analisis kebutuhan infrastruktur dilakukan untuk menentukan komponen-komponen
infrastruktur yang perlu direncanakan dalam mendukung kegiatan pariwisata.
Komponen-komponen infrastruktur yang dikaji meliputi sistem transportasi, jaringan
jalan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan sarana
kepariwisataan lainnya.
• Prasarana Transportasi
Rencana pengembangan prasarana transportasi didasarkan pada:
∼ Kebutuhan transportasi, yaitu kebutuhan perpindahan orang menurut asaltujuan
perjalanan, pilihan moda, dan tingkat pelayanan yang diiginkan.
∼ Fungsi, yaitu kegiatan yang menghubungkan simpul dan ruang kegiatan yang
meliputi kepentingan lalulintas dan kepentingan angkutan.
∼ Peranan, yaitu tingkat hubungan antarsimpul dan ruang kegiatan menurut
fungsinya yang dikelompokkan dalam jaringan antarkota serta perdesaan
menurut hirarki masing-masing.
PENDAHULUAN 11
∼ Kapasitas jalan, yaitu volume lalulintas yang dikaitkan dengan jenis, dimensi,
daya angkut dan kecepatan kendaraan.
∼ Kelas jalan, yaitu klasifikasi jalan berdasarkan fungsi dan daya dukung jalan,
serta karakteristik lalulintas.
• Prasarana Air Bersih
Penghitungan kebutuhan air bersih ini dilakukan dengan menggunakan standar
kebutuhan air bersih dari DPU Cipta Karya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
rata-rata di wilayah perencanaan. Asumsi-asumsi untuk penghitungan kebutuhan
air bersih di Teluk Dalam antara lain:
∼ Rumah tangga (domestik) : 90 lt/org/hari
∼ Nondomestik : 20-30% dari kebutuhan domestik
∼ Hidran umum : 30 lt/org/hari
∼ Kebocoran : 30% kebutuhan total air bersih
• Prasarana Kelistrikan
Sedangkan acuan dalam pengembangan jaringan listrik, sebelumnya ditentukan
bahwa besarnya energi listrik maksimum rata-rata yang dibutuhkan setiap
keluarga yaitu 900 KW/KK untuk kota sedang dan 450 KW/KK untuk kota kecil dan
perdesaan. Di wilayah Teluk Dalam yang sebagian besar masih berupa daerah
perdesaan maka kebutuhan listrik untuk setiap rumah tangga adalah 450 KW.
Asumsi-asumsi yang digunakan secara rinci adalah:
∼ Rumah tangga (domestik) : 450 KW
∼ Nondomestik : 30% dari kebutuhan domestik
∼ Penerangan jalan : 10% dari kebutuhan domestik
• Prasarana Telekomunikasi
Standar pengadaan sarana telepon di Teluk Dalam adalah:
∼ Rumah tangga (domestik) : 1 sst untuk setiap 100 jiwa
∼ Non domestik : 10% dari kebutuhan domestik
∼ Teltepon umum : 1 unit untuk setiap 1000 jiwa
• Prasarana Pariwisata
Dalam studi ini, metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan
komponen wisata yang berupa wisatawan (pasar wisata), atraksi wisata,
ketersediaan sarana prasarana wisata, transportasi, dan pemasaran wisata. Semua
dideskripsikan dengan jelas tentang kondisi, persebaran, dan kelengkapannya
dalam mendukung keterkaitan antarobyek. Dalam analisis ini juga akan disertakan
penginterpretasian peta-peta untuk memperjelas kondisi komponen-komponen
tersebut.
Analisis ini dilakukan dengan memberikan nilai/skor pada variabel komponen
wisata yang telah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan
tujuan studi. Dalam studi ini, output dari analisis skoring berupa kebutuhan
prasarana obyek wisata.
PENDAHULUAN 12
1.5 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam Final Report kegiatan Providing Infrastructure Planning
Expertise to a Participatory Development Planning Process in Teluk Dalam, South Nias -
Focusing on Urban Tourism Development adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, menguraikan tentang latar belakang dilaksanakannya kegiatan
Providing Infrastructure Planning Expertise to a Participatory Development Planning
Process in Teluk Dalam, Nias - Focusing on Urban Tourism Development yang meliputi
tujuan, ruang lingkup wilayah dan materi, serta pendekatan dan metodologi yang
digunakan dalam studi ini.
BAB II TINJAUAN WILAYAH DAN INFRASTRUKTUR KECAMATAN TELUK DALAM. Pada
bab ini dilakukan tinjauan mengenai kebijakan pembangunan daerah yang berkaitan
dengan pengembangan wilayah Teluk Dalam, serta tinjauan terhadap kondisi
kependudukan, infrastruktur, dan potensi pariwisata di wilayah Teluk Dalam yang
menjadi fokus kajian studi ini.
BAB III ANALISIS PERENCANAAN PARTISIPATIF INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
PARIWISATA. Bab ini menguraikan analisis terhadap proses partisipatif perencanaan
infrastruktur pendukung pariwisata di Teluk Dalam. Kajian juga meliputi analisis
terhadap pengembangan pariwisata dalam hal ini berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan infrastruktur pariwisata dengan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan kegiatan pariwisata.

BAB IV RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PARIWISATA DI
TELUK,
menguraikan konsep, strategi, dan skenario pengembangan infrastruktur
pariwisata yang kemudian dituangkan dalam suatu indikasi program pembangunan untuk
jangka waktu sepuluh tahun untuk diimplementasikan bagi pembangunan pariwisata
Teluk Dalam.
BAB V PENUTUP, berisi tentang kesimpulan dari seluruh kajian serta rekomendasi
terhadap tindak lanjut kegiatan berikutnya serta masukan-masukan untuk perbaikanperbaikan
kondisi yang ada.
Read the story >

PEDOMAN PENULISAN TESIS MAGISTER

Kamis, 14 Juli 2011
Bab I Pendahuluan
I.1 Tujuan
Buku Pedoman Format Penulisan Tesis Magister 2008 ini, untuk seterusnya disebut buku pedoman sebagai revisi dari buku pedoman 2004, disusun dengan tujuan untuk memudahkan mahasiswa S2 menulis tesis. Buku pedoman ini hanya mengatur cara dan format penulisan Tesis Magister dan hanya berlaku di Institut Teknologi Bandung. Jika setelah penulisan tesis mahasiswa S2 ingin menerbitkan tesis atau sebagian dari tesisnya dalam suatu majalah ilmiah, pedoman beserta ketentuan-ketentuan dari majalah ilmiah itulah yang harus diikuti.

Dalam buku pedoman ini tidak diatur batasan jumlah halaman tesis, namun sangat dianjurkan untuk mengusahakan menulis tesis yang efisien dan tidak bertele-tele, fokus pada permasalahan, analisis serta kesimpulan, sehingga menghasilkan sebuah tesis yang komprehensif dengan jumlah halaman yang tidak (harus/terlalu) tebal.
Ketentuan dalam buku pedoman ini, beserta semua format yang terkandung di dalamnya, harus diikuti dalam penulisan tesis magister di Institut Teknologi Bandung Buku pedoman ini berusaha mencakup semua segi yang berkaitan dengan penulisan tesis meskipun dari semula sudah disadari masih terdapat kekurangan. Saran-saran perbaikan mohon disampaikan kepada Sekolah Pascasarjana ITB. Buku Pedoman Tesis ini dapat diakses melalui situs Sekolah Pascasarjana (SPS) ITB : http://www.sps.itb.ac.id

I.2 Kertas
Tesis dicetak pada kertas HVS berukuran A4 (210 mm x 297 mm) dan berat 80 g/m2 (HVS 80 GSM). Naskah tesis dicetak dengan batas 4 cm dari tepi kiri kertas, dan 3 cm dari tepi kanan, tepi atas dan tepi bawah kertas. Naskah asli tesis dalam bentuk final yang telah disahkan/ditandatangani oleh
Pembimbing, dicetak sebanyak beberapa buah (eksemplar) sesuai dengan kebutuhan, termasuk untuk Pembimbing, Penguji, Program Studi dan 2 Fakultas/Sekolah, dan sebuah soft copy (CD) untuk Perpustakaan ITB, dalam kemasan hard cover.

I.3 Pencetakan dan Penjilidan
Naskah tesis dibuat dengan bantuan komputer menggunakan pencetak (printer) dengan tinta berwarna hitam (bukan dot matrix) dan dengan huruf jenis Times New Roman, dengan ukuran Font 12. Khusus untuk pencetakan gambar-gambar berwarna, pada naskah asli dapat dicetak berwarna.
(1) Naskah dicetak pada satu muka halaman (tidak bolak-balik).
(2) Baris-baris kalimat naskah tesis berjarak satu setengah spasi.
(3) Penyimpangan dari jarak satu setengah spasi tersebut (menjadi satu spasi) dilakukan pada notasi blok yang masuk ke dalam, catatan kaki, judul keterangan dan isi diagram, tabel, gambar, dan daftar pustaka.
(4) Baris pertama paragraf baru berjarak tiga spasi dari baris terakhir paragraf yang mendahuluinya.
(5) Huruf pertama paragraf baru dimulai dari batas tepi kiri naskah. Jangan memulai paragraf baru pada dasar halaman, kecuali apabila cukup tempat untuk sedikitnya dua baris. Baris terakhir sebuah paragraf jangan diletakkan pada halaman baru berikutnya, tinggalkan baris terakhir tersebut pada dasar halaman.
(6) Huruf pertama sesudah tanda-baca koma (,), titik-koma (;), titik-ganda
(:) dan titik (.) dicetak dengan menyisihkan suatu rongak (ruangan antara dua huruf) di belakang tanda-baca tersebut.
(7) Bab baru diawali dengan nomor halaman baru.
(8) Bentuk penjilidan adalah jilid buku.
(9) Halaman kosong (jika diperlukan) untuk pemisah bab baru berbentuk kertas kosong saja.
Cara pencetakan catatan kaki dijelaskan pada halaman 15, cara pencetakan kutipan pada halaman 26, judul bab pada halaman 25 dan judul tabel pada halaman 11.3

I.4 Perbaikan Kesalahan
Naskah tesis yang final tidak boleh mengandung kesalahan, ataupun perbaikan kesalahan.
I.5 Kaidah Penulisan
Penulisan tesis harus mengikuti kaidah penulisan yang layak seperti
(1) Penggunaan bahasa dan istilah yang baku dengan singkat dan jelas.
(2) Mengikuti kelaziman penulisan pada disiplin keilmuan yang diikuti.

I.6 Pemakaian Bahasa Indonesia Baku
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam naskah tesis harus bahasa Indonesia dengan tingkat keresmian yang tinggi dengan menaati kaidah tata bahasa resmi. Kalimat harus utuh dan lengkap. Pergunakanlah tanda-baca seperlunya dan secukupnya agar dapat dibedakan anak kalimat dari kalimat induknya, kalimat keterangan dari kalimat yang diterangkan, dan sebagainya.
Kata ganti orang, terutama kata ganti orang pertama (saya dan kami), tidak digunakan, kecuali dalam kalimat kutipan. Susunlah kalimat sedemikian rupa sehingga kalimat tersebut tidak perlu memakai kata ganti orang.
Suatu kata dapat dipisahkan menurut ketentuan tata bahasa. Kata terakhir pada dasar halaman tidak boleh dipotong. Pemisahan kata asing harus mengikuti cara yang ditunjukkan dalam kamus bahasa asing tersebut.
Gunakanlah buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan kamus-kamus bidang khusus yang  diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai pedoman. Buku seperti “Bangun Paragraf Bahasa Indonesia”, susunan Adjat Sakri, Penerbit ITB, dapat membantu dalam penyusunan paragraf. Buku 4
Read the story >

PARTISIPASI SEBAGAI STRATEGI PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN MELALUI PROGRAM INTEGRASI JAGUNG DAN TERNAK

ABSTRACT
Empowerment through participatory strategic of peasant were important keywords in rural agriculture development program. Participatory was a strategic approach to make rural peasant empowerment. Empowerment is a target and participatory are the tools of integration maize livestock. With that program, the peasant can do breeder selection; IB technology; organic fertilizer; handle livestock feed problem; etc. Usefully of peasant participatory was made them to be empowerment and handled marginal agro ecosystem farming problem. Maize-livestock integration is a program making dry farming become potential to increase the breeder farming earnings, and done this program what good and the correctness can increase maize product, diversification crops, and improvement household income.
Keywords: Empowerment, Participatory, Maize Livestock Integration, Peasant,
Poor Farmer.
ABSTRAK
Pemberdayaan melalui strategi partsipatif petani miskin adalah aspek penting program pembangunan pertanian di pedesaan. Pemberdayaan petani miskin merupakan target yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani miskin merupakan alat mencapai target tujuan. Peran partisipasi dari petani miskin adalah pendekatan yang strategis untuk mewujudkan pemberdayaan petani miskin di pedesaan. Melalui partisipasi mereka dalam program integrasi jagung-ternak, maka petani peternak telah mampu melakukan seleksi bibit sapi yang sehat dan menghasilkan keturunan; mengatasi masalah penyediaan pakan bagi ternak sapi sepanjang tahun, melalui pengawetan limbah tanaman jagung mereka; sistem kandang menetap; memelihara kesehatan hewan; menerapkan teknologi kawin suntik (IB) terhadap sapi; serta memperoleh keuntungan dari hasil menjual sapi potong dan sapi bakalan hasil pemeliharaan mereka. Manfaat peran partisipatif petani miskin adalah pemberdayaan mereka mengatasi permasalahan usahatani agroekosistem marjinal dengan meningkatnya produktivitas usahatani jagung, beragamnya jenis tanaman, yang akhirnya meningkatkan pendapatan yang dapat mereka peroleh setiap tahunnya.
Kata kunci: Pemberdayaan, Partisipatif, Integrasi Jagung-Ternak, Petani,
Petani Miskin.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dampak dari strategi pembangunan pertanian yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa didukung oleh tujuan pemerataan melalui pendistribusian yang baik mengakibatkan kesenjangan dalam masyarakat. Keadaan tersebut juga ditenggarai menjadi penyebab utama tingginya jumlah masyarakat miskin. Dengan memberdayakan aset ekonomi yang dimiliki masyarakat miskin merupakan bentuk pendistribusian yang bijaksana, dimana selama ini masyarakat miskin hanya mendapat pembagian (share) keuntungan terkecil dari kegiatan ekonomi yang ada.
Campur tangan dan penetrasi pemerintah menjadi terlalu jauh dalam proses globalisasi yang hegemoni dalam memudahkan pelaksanaan kontrol global seringkali menyingkirkan norma dan nilai sosial lokal. Strategi pemerataan pembangunan melalui trickle down effect terbukti sulit diimplementasikan; dimana di satu sisi sumberdaya terkonsentrasi pada sebagian kecil masyarakat yang berkualitas dan berkuantitas ekonomi yang relatif mapan. Paham neoklasik yang dianut paradigma pembangunan pertanian, kurang berhasil mencapai pertumbuhan yang adil, bahkan menciptakan ketergantungan baik di tingkat lokal maupun nasional. 
Di Indonesia pelaksanaan pemikiran neo-klasik telah baik penerapannya, namun karena model ini bersifat kontradiktif dan kurang memberikan ruang bagi proses demokrasi bagi tipe masyarakat yang bersifat demokratis, maka justru menghasilkan pemaksaan dan kesenjangan.3 Di sisi lain, masyarakat diasumsikan memiliki sifat rasional dan selalu bereaksi terhadap insentif material setiap saat. Di sisi lain, proses pembangunan yang sarat kapital menciptakan polarisasi dimana sebagian besar peysan “terpaksa” melepaskan penguasaan sumberdaya lahan menjadi kelompok petani gurem bahkan “landless”, buruh tani atau kelompok masyarakat miskin (Hayami & Kikuchi, 1987). Kondisi tersebut diperparah oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk miskin; dimana berdasar data BPS (1998), pemerintah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta (1976) menjadi 22,5 juta (1998), namun kembali meningkat sekitar 23,8% menjadi 49,5 juta pada awal tahun 1999 yang ditenggarai sebagai dampak krisis tersebut.
Berkembangnya iklim politik yang kondusif maupun kurang kondusif terkait dengan makin maraknya isu reformasi dengan jargon-jargon kebebasan berpendapat, hak asasi manusia (HAM), dan perubahan struktur kekuasaan negara. Kondisi tersebut memiliki peran penting dalam membentuk kesadaran kaum petani dan memberi pengaruh kuat terhadap gagasan partisipasi. Keadaan ini juga mempengaruhi proses terbentuknya kelembagaan (organisasi) kaum petani sebagai wacana dan wadah penyampaian aspirasi mereka terhadap pemerintah untuk menyuarakan ketidakadilan dan kemarjinalan yang dialami kaum petani.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berkelanjutan dapat dikaji melalui giatnya pelaksanaan Otonomi Daerah dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang 2 Korten dan Sjahrir (1984).
3 Budiman (1991).
3 Pemerintahan Daerah, yang menegaskan daerah Kabupaten dan Kota yang berwenang mengatur dan berdasarkan “aspirasi masyarakat” guna makin terwujud dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat dituntut agar mampu membina hubungan harmonis dan menjadikan pembangunan sebagai bagian yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta mampu memberi ruang dan waktu untuk terciptanya masyarakat yang sejahtera dan maju. Hubungan harmonis tersebut dimaksudkan bilamana pemerintah dan masyarakat dapat berperan baik sebagai pemerakarsa maupun sebagai partisipan.
Terkait dengan pelaksanaan program kebijakan integrasi jagung-ternak sebagai salah satu program pembangunan pertanian, maka partisipasi masyarakat petani sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan sangat diharapkan demi terlaksana dan tercapainya tujuan dari program tersebut. Fokus utama program integrasi jagung-ternak adalah pemberdayaan petani agar mampu memanfaatkan kotoran ternak sapi sebagai pupuk (pukan) untuk memacu peningkatan unsur hara tanah sebagai sumber utama kesuburan lahan usahatani, terutama dapat meningkatkan produksi jagung mereka. Aspek tujuan integrasi jagung–ternak lainnya adalah pemanfaatan limbah hijauan tanaman jagung sebagai sumber pakan ternak yang terutama, di samping penggunaan pakan konsentrat yang dianjurkan, sebagai hasil sampingan dari produksi jagung yang dapat dimakan dan dijual. Selain itu, nilai tambah lain yang diperoleh petani adalah bertambahnya pendapatan petani yang diperoleh dari hasil penjualan kelebihan kotoran ternak tersebut kepada petani lain yang
membutuhkannya sebagai pupuk tanaman mereka.
Makalah ini bertujuan untuk mengemukakan dengan lebih komprehensif pentingnya peran partisipasi masyarakat petani dalam pelaksanaan program intgrasi jagung-ternak yang dapat dijadikan sebagai salah satu strategi pemberdayaan mereka terhadap cengkeraman kemiskinan. Partisipasi mereka dalam program tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak dan usahatani jagung mereka melalui pemanfaatan limbah hijauan dan kotoran ternak, dalam rangka meningkatkan pendapatan rumahtangga petani di pedesaan.
Justifikasi Semakin kuatnya penetrasi dan tekanan ekonomi kapitalis ke pedesaan, dalam bentuk penerapan teknologi modern dan sistem pasarisasi yang mengutamakan efisiensi, menyebabkan makin longgarnya norma dan nilai ikatan sosial yang terjalin dalam kelembagaan di pedesaan. Maraknya prinsip “ekonomi uang” makin melemahkan peran lembaga tradisional di pedesaan, dimana sifatnya yang dipandang cenderung involutif karena lebih menekankan hubungan produksi dalam bentuk pertukaran (resiprositas). Namun, masih kuatnya sentimen individu dalam kelompok dan kemampuan merespon perkembangan teknologi menumbuhkan kemampuan beradaptasi petani dengan kemajuan pembangunan melalui partisipasi. Makna partisipatif yang paling sederhana adalah merupakan hak setiap orang untuk dapat ikut serta terlibat atau dilibatkan dalam segala proses pembangunan, melibatkan seluas-luasnya stake holder yang ada dalam setiap kebijakan publik, tidak sebatas lembaga formal semata.
Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasi mencerminkan upaya mewujudkan kemandirian daerah yang transparan dan akuntukabel antara komponen pemerintah, masyarakat, dan swasta, yang dilandasi aturan kebijakan untuk berpartisipasi sesuai proporsi dan kompetensi yang dimiliki secara terukur dan berkelanjutan. Kondisi ini dapat berlangsung dengan mengedepankan prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang baik (good governance), yaitu: 1) partisipatif; 2) tranparansi; 3) akuntabilitas. Partisipatif dalam proses pembangunan diantaranya melalui berbagai program kebijakan pembangunan pertanian dimaksudkan agar dapat menjembatani antara aspirasi dan kebutuhan masyarakat petani di pedesaan. Selain itu, makna partisipatif juga diharapkan dapat menggugah kesadaran publik bahwa terjadinya keberhasilan maupun kegagalan proses pembangunan pertanian di pedesaan bukan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan sangat bergantung pada keberhasilan keterlibatan masyarakat petani dalam penyelenggaraan pembangunan tersebut, dari awal hingga akhir,
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.
Di beberapa wilayah dimana sifat dan naluri partisipasi masyarakat dalam membentuk lembaga seperti kelompok tani, paguyuban, dan lainnya sebagai lembaga tradisional yang masih hidup dan bertahan. Keadaan ini dapat diberdayakan dan dimanfaatkan sebagai asset pembangunan yang perlu ditingkatkan tanpa menghancurkan inti budaya yang menjiwainya. Di samping itu, dapat menjadi salah satu potensi yang bisa dikembangkan menjadi lembaga, baik yang adop teknologi maupun berorientasi pasar, serta bermanfaat wadah untuk menampung dan mengembangkan diri petani di pedesaan.
Kelembagaan ini merupakan konstruksi sosial yang diterima dan disepakati sebagai bentuk penyesuaian masyarakat dengan lingkungan material dan non-material. Masyarakat selanjutnya jadi semakin tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa seperti pasar dan industri perkotaan yang bersifat ekonomi dan individualis; dimana ukuran yang digunakan tidak lagi menyangkut kelestarian dan kebersamaan, melainkan eksploitasi dan sukses finansial semata. Artinya, masyarakat desa sangat rapuh terhadap faktor yang berada di luar pengendaliannya. Implikasi lain adalah memudarnya keterjaminan kehidupan sosial bermasyarakat bagi kaum petani yang selama ini eksis dan hidup di pedesaan akibat memudarnya sistem ekonomi moral yang sebenarnya; dimana etika subsistensi yang berakar dalam kebiasaan ekonomi dan pertukaran sosial tidak dapat difungsikan dalam era pembangunan modern (era globalisasi).

METODOLOGI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Makalah ini merupakan hasil pengkajian kualitatif yang dilakukan di lahan kering yang marginal di beberapa wilayah terutama di daerah Bali Utara (Gerokgak) yang diperkaya dengan berbagai data sekunder berdasarkan literatur terkait yang mendukung tujuan dari penulisan. Analisis pendapatan dari usaha ternak dan usahatani jagung dilakukan untuk elihat peningkatan pendapatan petani sebagai manfaat dari pemberdayaan melalui strategi partisipasi. Beberapa data yang disajikan merupakan hasil pengolahan data yang dikaji baik dari data primer yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan kuesioner terstruktur terhadap beberapa petani contoh di lapang, maupun diimplementasi dari berbagai literatur  terkait yang diharapkan mampu memperkaya penyajian tulisan ini. Dengan keterbatasan data
dan informasi yang diperoleh hanya dari kasus di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, disadari bahwa hasil pengkajian belum dapat digeneralisir untuk mencerminkan kondisi secara nasional. Untuk itu, diperlukan kajian lanjutan dengan pendekatan yang sama atau yang terkait terhadap beberapa wilayah lainnya yang beragro-ekosistem marjinal.

Kerangka Konseptual
Partisipatory on farm dan lintas sektoral merupakan pendekatan pemberdayaan petani di lahan marginal sebagai sumberdaya yang potensial dan strategis yang dapat dilaksanakan dalam pembangunan pertanian. Pendekatan tersebut dilakukan dengan berfokus pada daya dukung sumberdaya lokal, mempehatikan ekologi kultural setempat melalui pendekatan holistic, integratif, berkesinambungan, pemanfaatan kearifan lokal yang maksimal dan mampu diadopsi oleh petani. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa hampir sebagian besar petani yang berada di pedesaan dengan fasilitas infrastruktur yang kurang memadai, yang mengakibatkan keterbatasan mereka terhadap akses pasar input dan output (produk) serta kredit.
Untuk memberdayakannya, inovasi teknologi usahatani saja tidaklah cukup. Penyediaan infrastruktur yang memadai dan prosedur bantuan permodalan yang terjangkau (kredit lunak) merupakan salah satu upaya yang dapat dikembangkan terhadap para petani untuk menolong dirinya sendiri dan mendorong mereka agar mampu mandiri. Konsep 4 Scott, 1981. tersebut diarahkan kepada peningkatan daya tahan, daya tarik dan daya saing yang berbasis market driven dan market driving baik melalui inovasi teknologi tepat guna dan penyediaan serta pengembangan infrastruktur terkait dan bantuan kredit lunak dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi petani di lahan marginal tersebut.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disusun suatu kerangka berpikir seperti yang dikemukakan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual

HASIL DAN PEMBAHASAN
Program kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia umumnya menganut paradigma modernisasi yang mengutamakan prinsip efisiensi telah menyebabkan terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat. Kondisi ini juga mengakibatkan kian longgarnya norma dan nilai ikatan sosial yang terjalin dalam kelembagaan di pedesaan. Semakin lemahnya peran lembaga tradisional di pedesaan, dimana sifatnya yang dipandang cenderung involutif karena lebih menekankan hubungan produksi dalam bentuk resiprositas. Sifat partisipatif yang masih dimiliki masyarakat petani di pedesaan mendasari masih kuatnya sentimen individu dalam kelompok dan kemampuan merespon perkembangan teknologi dan beradaptasi dengan kemajuan pembangunan, diantaranya adalah demi terlaksananya tujuan program integrasi jagung-ternak.
Upaya mewujudkan kemandirian daerah yang transparan dan akuntukabel antara komponen pemerintah, masyarakat, dan swasta. Relasi tersebut mencerminkan peran partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dari awal hingga akhir hendaknya dilandasi aturan kebijakan untuk berpartisipasi sesuai proporsi dan kompetensi yang dimiliki

PARTISIPASI
-.PETANI
-.PEMERINTAH
Good Governance:
-.Partisipatif;
-.Transpararansi;
-.Akuntabilitas.
Implementasi Program Integrasi Jagung-Ternak
perencanaan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi secara terukur dan berkelanjutan. Kondisi ini dapat terlaksana dengan dukungan aparat pemerintahan yang baik (good governance), demi tercapainya tujuan pembangunan pertanian di pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani yang umumnya miskin (secara ekonomi).
Kemiskinan merupakan suatu kenyataan yang melekat pada mayoritas masyarakat petani di pedesaan, dan merupakan salah satu perwujudan dari keberagaman.5 Seperti diketahui bahwa diantara kesamaan yang dimiliki masyarakat, terdapat pula ketidaksamaan satu sama lain. Sebagian masyarakat mampu melakukan dan memperoleh penghasilan untuk dapat menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Di sisi lain sebagian masyarakat secara ekonomi tidak mampu melakukannya tanpa bantuan orang lain6. Dinamika penduduk miskin di daerah pedesaan dan perkotaan hingga tahun 2005, disajikan secara rinci pada tabel 1.
berikut.
Tabel 1. Pembagian Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (1976-2004/2005).
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
Desa Kota Desa + Kota
Juta %-tase Juta %-tase Juta %-tase
1976
1980
1984
1987
1990
1996
1999
2002
2004
44.20
32.80
25.70
20.30
17.80
15.30
32.40
26.43
25.08
40.37
28.42
21.18
16.14
14.33
12.30
26.08
22.38
20.23
10.00
9.50
9.30
9.70
9.40
7.20
15.60
12.31
12.26
38.79
29.04
23.14
20.14
16.75
9.71
19.33
14.60
13.57
54.20
42.30
35.00
30.00
27.20
22.50
48.00
39.74
37.34
40.08
28.56
21.64
17.42
15.08
11.34
23.42
19.14
17.42
Sumber: BPS 1976-2004/2005; dalam: Irawan dan Romdiati (2004).
Dengan mencermati Tabel 1, terlihat bahwa generalisasi persentase penduduk miskin mengalami penurunan selama periode tahun 1976-1996/1997. Namun mengalami peningkatan yang cukup drastis pada tahun 1999, yang ditenggarai sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda di akhir tahun 1997 (di pertengahan tahun 1998). Pada periode tahun 2002 hingga 2005, persentase penduduk miskin di Indonesia kembali mengalami penurunan, meski relatif rendah. Meski secara umum persentase tersebut menurun, namun secara spesifik lokasi (wilayah) ditemukan makin meluasnya wilayah kemiskinan tersebut, terutama di wilayah yang termasuk zona agro-ekosistem lahan marjinal.
Kemiskinan (poverty) mengandung tiga pengertian yang kesemuanya mengandung arti
“ketidakmampuan”, yaitu: 1) moral poverty (kemiskinan moral); 2) pauperism (pauferisma);
3) social poverty (kemiskinan sosial). Kemiskinan moral berkaitan dengan nilai-nilai sosial
5 Saliem. P. dan T.B Purwantini. 1995.
6 Pakpahan, A., dkk. 1995.
yang dianut suatu masyarakat7. Pauferisma merupakan rasa ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dirinya yang paling minimal sekalipun tanpa bantuan orang atau pihak lain. Kemiskinan sosial merupakan rasa ketidaksamaan baik dalam arti ekonomi, maupun bersifat sosial seperti rendah diri (inferiority), serta sifat ketergantungan terhadap orang lain. Oleh karenanya, pemberdayaan petani miskin perlu dikembangkan, yang salah satunya dengan mengikutsertakan (mempartisipasikan) mereka, agar dapat mengurangi rasa/sifat “ketidakmampuan” tersebut.
Karakteristik Lokasi Dari data BPS Provinsi Bali (2005), diperoleh gambaran bahwa Kabupaten Buleleng memiliki areal lahan kering seluas 125.443 Ha, areal lahan sawah seluas 10.831 Ha, dan areal bukan sawah seluas 125.721 Ha8 (tabel 2).
Tabel 2. Pembagian Wilayah Lahan Kering (Dry Land) Kabupaten Buleleng, 2004/2005.
Kecamatan Yard & House (Ha) Tegal/Kebun (Ha) Total (Ha)
Gerokgak 520 5.861 6.664
Seririt 520 5.750 6.311
Busungbui 247 3.049 3.296
Banjar 443 4.269 4.712
Sukasada 485 4.944 5.823
Buleleng 1.448 1.061 2.509
Sawan 586 1.261 1.857
Kubutambahan 242 5.899 6.631
Tejakula 405 5.060 5.465
JUMLAH: 2004
2003
4.896
4.818
37.154
37.421
43.268
43.499
Sumber: Buleleng Dalam Angka, 2004/2005. BPS Provinsi Bali, 2004/2005.
Dengan pembagian luas wilayah lahan kering di Kabupaten Buleleng (Tabel 2
berikut), diketahui konversi (alih fungsi) lahan yang terjadi, dimana pada tahun 2003 lahan
untuk pemukiman (pekarangan dan rumah) seluas 4.818 Ha menjadi 4.896 Ha pada tahun
2004. Sedangkan lahan untuk tegal/kebun berkurang dari luas 37.421 Ha pada tahun 2003
menjadi 37.154 Ha pada tahun 2004. Demikian halnya yang terdapat di Kecamatan Gerokgak,
hampir seluruh wilayahnya merupakan agroekosistem lahan kering. Dengan mencermati
Tabel 2 diketahui bahwa dari total luas wilayah Gerokgak, 6.664 Ha merupakan lahan kering,
dimana sekitar 88% (5861 ha) merupakan lahan tegal/kebun sedang sisanya (520 Ha)
merupakan lahan pekarangan dan rumah. Pemilikan lahan oleh petani adalah relatif sempit
yang berkisar antara 20 - 100 are (1 Ha), dengan luas rata-rata antara 20 - 80 are.Kemarjinalan
7 Irawan, P. B. H. Romdiati. 2000.
8 Bali dalam Angka, tahun 2004/2005.
9
lahan kering tersebut menyebabkan petani hanya dapat mengusahakan satu kali tanaman pangan (padi dengan varietas lokal) dalam setahun tanam. Pola usahatani tanaman pangan yang umumnya dilakukan petani masih secara tradisional dan hanya pada musim hujan (MH). Hal ini disebabkan oleh faktor sumberdaya alam (iklim, tanah, air, topografi, dan lain-lain), dan sumberdaya manusia yang kurang mendukung, sehingga lahan kering belum terkelola dengan baik yang mengakibatkan produktivitasnya tetap rendah. Keterbatasan agroekosistem lahan kering di Gerokgak tercermin dari topografi dataran rendah, relatif rendahnya kesuburan tanah, struktur lempung berpasir dengan hanya 3-4 bulan basah dan curah hujan yang termasuk rendah (1200-1600/tahun).
Untuk mengatasi paceklik beras, petani umumnya mengusahakan tanaman jagung, kacang tanah, atau singkong. Namun, produksi jagung yang mereka hasilkan relatif rendah (2 ton/Ha, kacang tanah sekitar 650 kg/Ha karena tanpa pemeliharan intensif, menggunakan varietas lokal serta marjinalnya lahan kering yang mereka usahakan, hanya sekitar). Sementara Farm Record Keeping (FRK) menunjukkan pendapatan petani masih sangat rendah, sekitar Rp.2 juta/KK/tahun (Suprapto, dkk (1999). Demikan halnya pemeliharaan sapi dan babi, masih tradisional antara 1-3 ekor/KK. Tradisional karena belum memperhatikan ketersediaan pakan (hijauan) ternak, perkandangan berpindah, aspek kesehatan dan reproduksi belum intensif, pengembangbiakan masih secara kawin alami. Kasus kekurangan pakan ternak (hijauan) yang diakibatkan kekeringan sering ditemukan. Begitu juga paceklik bahan pangan merupakan masalah yang biasa terjadi, terutama bila musim kemarau (MK) berlangsung. Pada masa serba kekurangan tersebut, petani terpaksa menjual ternak sapi/babinya (meski belum cukup umur/berat jual) agar mampu membeli kebutuhan pangan (terutama jagung).
Program Integrasi Jagung-Ternak
Fokus utama program integrasi ternak-jagung terutama pada pemanfaatan kotoran ternak sebagai pukan (=pupuk kandang) penambah kesuburan tanah dan pemanfaatan limbah hijauan tanaman jagung sebagai sumber utama pakan ternak ditambah dengan pakan konsentrat ataupun probiotik yang dianjurkan. Sementara itu, produksi jagung dapat dikonsumsi dan ternak sapi dijual bila sudah cukup umur. Selain itu, petani peternak dapat menambah pendapatan rumahtangga dengan menjual sebagai pupuk kelebihan kotoran ternak dan limbah hijauan tersebut kepada petani lain.
Gambar 2 menunjukkan adanya integrasi antara jagung dan ternak. Aspek “sapta usahatani-ternak” pada ternak sapi diintroduksikan agar diperoleh peningkatan daya dukung dan produktivitasnya, baik terhadap ternak maupun terhadap tanaman. Di samping itu, pengolahan limbah tanaman jagung dan ternak (kotoran sapi) untuk kemudian dikembalikan lagi dalam siklus produksi.
Gambar 2. Relasi Siklus Sederhana Integrasi Ternak Sapi - Jagung
dengan Perbaikan Teknologi Usahatani
Awal tahun 2006, pemerintah memberikan bantuan ternak sapi kepada petani di desa Penjarakan, Gerokgak, melalui program BLM (Bantuan Langsung Mandiri). Bantuan tersebut merupakan program integrasi ternak-jagung dengan sistem bergulir sebanyak satu ekor sapi per petani tersebut yang diberikan kepada kelompok tani ternak “Dharma Sentana”. Melalui bimbingan dan latihan kelompok, setiap petani peternak yang menerima bantuan diwajibkan untuk mematuhi dan melaksanakan“Sapta Usahatani Ternak” yaitu bagaimana melakukan tindakan yang baik dan benar terhadap: 1)pemilihan bibit; 2)pemberian pakan; 3)perkandangan; 4)kesehatan hewan; 5)reproduksi; 6)pasca panen; 7)pemasaran. Bila setiap proses dalam program integrasi ternak-jagung terlaksana dengan baik/benar, maka adopsi teknologi budidaya jagung intensif dapat terlaksana, karena petani sudah lebih mampu untuk membeli pupuk. Sistem bantuan bergulirpun dapat berlangsung, pengembalian anakan sapi dapat digulirkan secara bertahap kepada petani peternak yang belum pernah mendapat bantuan ternak sapi program sebelumnya.

Analisis Pendapatan Usahatani Jagung-Ternak
Dari satu siklus pemeliharaan sapi penggemukan, petani memperoleh keuntungan sebagai pendapatan sekitar Rp. 1,25 juta per ekor, di samping perolehan dari penjualan anakan (bila memelihara lebih dari satu ekor sapi jantan dan betina). Sedangkan dari pemeliharaan ternak babi, petani memperoleh pendapatan sekitar Rp.0,95 juta hingga Rp.1,25
PAKAN
(berkesinambungan)
Usahatani
Jagung
TERNAK
SAPI
Sapta Usahatani Ternak:
pemilihan bibit; penyiapan
pakan; kandang menetap;
keswan & probiotik; IB;
pasca panen; pemasaran.
Adopsi Teknologi
(budidaya intensif)
Proses
Pengolahan
Kotoran
Ternak
Dekomposer
11
juta di samping perolehan dari menjual anakan (sebagai bibit). Peningkatan pendapatan yang diperoleh petani dari usaha ternak dapat diketahui melalui beberapa tabel 3 berikut. Tabel 3. Perbandingan Perkiraan Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak (Sapi dan Babi) di Kecamatan Gerokgak, 2005/2006).
Uraian
Sapi Babi
Unit Rp(000) Unit Rp(000)
Berat Awal 250 kg - 5-10 kg -
Harga Bakalan 1 ekor 2.000 1 ekor 75-100
Lama Penggemukan 300 hari - 300 hari -
Tambahan Bobot 150 kg - 80-90 kg -
Hijauan 15.000 kg 450 - -
Konsentrat 780 kg 795,6 300 kg 150
Tenaga kerja 45 HOK 900 45 HOK -
Obat-obatan 1 unit 48 1 unit 20
Biaya Lainnya 1 unit 221,6 1 unit 20
Bunga 1 unit 333,3 1 unit -
Biaya penggemukan 1 unit 4.748,5 1 unit 0,22-0,25
Pendapatan 400 kg 6.000 90-100 kg 1,2-1,5
Keuntungan 1 unit 1.251,5 1 unit 0,95-1,25
Harga Maksimal Bakalan 1 unit 2.851,5 1 unit 200
Sumber: Data primer diolah dan diimplementasi dari beberapa hasil penelitian.

Selain perolehan pendapatan dari hasil menjual sapi dan babi (dewasa dan anak/ bakalan), sebagian petani juga memperoleh tambahan pendapatan dari hasil menjual kotoran ternak kepada petani lain yang membutuhkannya sebagai pukan (pupuk kandang). Sebagai gambaran, kotoran sapi dapat dijual sekitar Rp.50.000/ton. Selama satu siklus pemeliharaan, seekor sapi dewasa rata-rata mampu menghasilkan sekitar 5-10 ton kotoran. Di samping pendapatan dari usaha pemeliharaan sapi, petani masih memperoleh pendapatan dari usahatani jagung. Upaya pemberdayaan petani miskin melalui partisipasi mereka dalam program integrasi jagung-ternak, bermanfaat baik dari kotoran ternak (pukan pupuk kandang) tanaman jagung, juga peningkatan produksi jagung yang signifikan dari sekitar 2 ton menjadi sekitar 3,5 ton/Ha. Hal ini mengkondisikan terjadinya peningkatan pendapatan dari sekitar
Rp.2 juta menjadi lebih dari Rp.3,5 juta per tahun per KK.
Partisipasi: Strategi Pemberdayaan Petani pada Program Integrasi Jagung-Ternak
Di Buleleng, yang sebagian besar wilayahnya merupakan agro-ekosistem lahan kering, penurunan persentase penduduk miskin relatif rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain dengan agro-ekosistem yang berbeda. Penurunan persentase penduduk miskin yang signifikan di Bali terutama terjadi di wilayah yang memiliki berbagai jenis bidang perekonomian, terutama yang terkait dengan jasa pariwisata dan perdagangan. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Bali, disajikan secara rinci pada tabel 4 berikut.
12
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Bali, 1999-2002.
Kabupaten/Kota
Tahun 1999 Tahun 2002
Jumlah Trend (%)
(ribu orang) %
Jumlah
(ribu orang) %
Karangasem
Buleleng
Bangli
Gianyar
Klungkung
Jembrana
Tabanan
Badung
Denpasar
70,10
67,70
25,40
25,20
20,10
17,20
15,90
11,00
5,20
19,63
11,84
13,86
7,11
13,11
7,40
4,43
3,27
1,10
31,00
50,30
15,00
26,10
12,50
19,00
31,80
16,90
19,30
8,55
8,95
7,61
6,46
8,03
8,11
8,36
4,68
3,43
-55,78
-25,70
-40,94
3,57
-37,81
10,47
100,00
53,64
3,57
Sumber: BPS Indonesia, 2002. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2002.

Pemberdayaan dan partisipasi petani miskin merupakan dua aspek utama yang selalu dikaitkan dan menjadi fokus utama dalam proses pembangunan pertanian. Hal ini dikarenakan bahwa sebagai tujuan akhir, pemberdayaan petani miskin merupakan target yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani miskin adalah bentuk atau alat untuk mencapai tujuan dari suatu program pembangunan pertanian yang ditargetkan. Dengan demikian, dari kondisi tersebut dapatlah dipahami bahwasanya partisipasi petani miskin diharapkan dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang cukup strategis kedudukannya dalam mewujudkan tercapainya pemberdayaan petani miskin di pedesaan.
Pemberdayaan (empowerment) merupakan strategi/upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program (misalnya, kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan) melalui penciptaan peluang yang seluas-luasnya agar masyarakat lapisan bawah (petani, misalnya) mampu berpartisipasi. Pada hakekatnya, makna pemberdayaan mencakup 3 aspek, yaitu: 1) menciptakan iklim kondusif yang mampu mengembangkan potensi masyarakat setempat; 2) memperkuat potensi/modal sosial masyarakat demi meningkatkan mutu kehidupannya; 3) mencegah dan melindungi agar tingkat kehidupan masyarakat yang sudah rendah menjadi semakin melemah (semakin rendah). Dengan kata lain, pemberdayaan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat agar tanggap dan kritis terhadap berbagai perubahan, serta mampu mengakses proses pembangunan untuk mendorong kemandirian yang berkelanjutan serta mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri.
Partisipasi merupakan: 1)tindakan pemekaan terhadap pihak petani miskin untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan dalam menanggapi program pembangunan pertanian di pedesaan; 2)kontribusi sukarela dan keterlibatan aktif dari petani miskin kepada program pembangunan pertanian tanpa ikut pengambilan kepentingan; 3)suatu proses yang aktif, dimana petani miskin atau orang yang terkait dapat mengambil insiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal tersebut; 4)pemantapan komunikasi (dialog) antara setiap pihak terkait dalam proses pembangunan agar supaya memperoleh informasi semaksimal mungkin mengenai konteks lokal dan dampak sosial; 5)kerjasama yang sangat erat dan saling terkait antara pemerintah (good governance) dan rakyat dalam merencanakan, melestarikan, dan memanfaatkan hasil pembangunan yang dicapai.
Dengan demikian, terkait dengan terlaksananya program integrasi ternak-jagung, maka petani peternak yang telah berpartisipasi mampu meningkatkan pendapatannya. Selain itu, mereka memiliki pengetahuan tentang: 1) bagaimana memilih/ menseleksi bibit sapi yang sehat dan mampu menghasilkan keturunan ternak secara baik dan benar (sehat dan mampu beranak); 2)mampu menyediakan kesinambungan persediaan pakan ternak dari tanaman jagung mereka termasuk saat musim kering, dengan teknologi pengawetan pakan; 3)menyediakan sistem perkandangan yang menetap (untuk sementara mereka diberi bantuan satu kandang yang permanen/kandang bersama); 4)pemeliharaan kesehatan hewan melalui suntikan/imunisasi sesuai umur dan kondisi ternak (baik bila sakit maupun sehat); 5)pelaksanaan reproduksi melalui IB (perkawinan suntik); 6)penanganan kelahiran dan pemeliharaan anak ternak; 7)pelaksanaan pemasaran ternak bila sudah waktunya untuk dijual. Manfaat utama lainnya dari peran partisipatif petani miskin adalah pemberdayaan mereka dalam mengatasi berbagai permasalahan usahatani yang umum dialami oleh petani pada agro-ekosistem lahan kering yang marjinal dengan meningkatnya produktivitas usahatani jagung, beragamnya jenis tanaman yang dapat mereka usahakan, yang akhirnya meningkatkan pendapatan yang dapat mereka peroleh setiap tahunnya.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
1. Pemberdayaan (empowerment) dan partsipatif (partisipatory) petani miskin merupakan dua aspek penting yang menjadi fokus dalam program pembangunan pertanian di pedesaan. Pemberdayaan petani miskin merupakan target yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani miskin merupakan alat pencapaian tujuan yang ditargetkan. Dengan demikian, peran partisipasi dari petani miskin merupakan pendekatan yang strategis untuk mewujudkan pemberdayaan petani miskin di pedesaan.
2. Pemberdayaan petani miskin dapat terwujud dari peran keikutsertaan (partisipasi) mereka dalam pelaksanaan program integrasi jagung-ternak dengan cara melakukan kaidahkaidah dan teknologi yang dianjurkan pada program tersebut. Melalui integrasi jagungternak diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan nilai tambah yang dihasilkan dari limbah hijauan jagung sebagai pakan ternak sapi serta limbah (kotoran) sapi sebagai pupuk bagi tanaman jagung mereka.
3. Manfaat keikutsertaan (partisipasi) petani dalam pelaksanaan program integrasi jagungternak adalah: 1)petani menjadi mampu memilih ternak yang baik dan benar (sehat dan mampu beranak); 2)mampu menyediakan kesinambungan persediaan pakan ternak dari tanaman jagung mereka termasuk saat musim kering, dengan teknologi pengawetan pakan; 3)melaksanakan sistem perkandangan yang menetap; 4)melakukan pemeliharaan kesehatan hewan melalui suntikan/imunisasi sesuai kondisi dan umur ternak sapi (baik bila sakit maupun sehat); 5)mengerti lebih berhasilnya proses reproduksi melalui perkawinan suntik (IB); 6)mengetahui dan mampu menangani proses kelahiran dan pemeliharaan anak ternak; 7)mampu memasarkan ternak bila sudah cukup umur untuk dijual.
4. Penerapan model pembangunan partisipatif pada program integrasi jagung-ternak, merupakan suatu implikasi yang sangat bijak, yang menjadikannya sangat strategis dalam mengupayakan pemberdayaan petani miskin dalam pembangunan pertanian di pedesaan, menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga petani miskin.
Implikasi Kebijakan
Perlunya pemberdayaan melalui partisipatif petani terhadap program integrasi jagungternak dapat terlaksana dengan dukungan aparat pemerintahan yang baik (good governance), transparatif, dan akuntukabel demi tercapainya tujuan pembangunan pertanian di pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 1976-2004/2005. Data Statistik Indonesia. BPS. Jakarta.
BPS. 2002. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2002. BPS Indonesia. Jakarta.
Budiman, A. 1991. Model Pembangunan Teknokrat kita. Yayasan Paramadina dan LP3ES. Jakarta.
Hayami dan Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Irawan, P. B. dan H. Romdiati. 2000. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap kemiskinan dan Beberapa Implikasinya Untuk Strategi Pembangunan. LIPI. Jakarta.
Korten, D. C. dan Sjahrir. 1984. Pembangunan Bedimensi Kerakyatan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Onny, S. P. dan Pranarka, A.M.W. 2000. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. CSIS. Jakarta.
Pakpahan, A., dkk. 1995. Prosiding Kemiskinan di Pedesaan. PSE. Bogor.
Rachman, A. MA. 1998. Pemberdayan Masyarakat Kecil Memasuki Era Global. Faperta. IPB. Bogor.
Saliem, H. P dan T. B. Purwantini. 1995. Identifikasi Penduduk Miskin di Provinsi NTB. PSE. Bogor.
Scott, J. 1981. Moral Ekonomi Petani. Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. LP3ES. Jakarta.
Sumodiningrat. G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Bina Rena Pariwara. Jakarta.
_________. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Gramedia. Jakarta.

ROOSGANDHA ELIZABETH
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Badan Litbang Pertanian
Jl. A. Yani No. 70. Bogor 16161
caser@indosat.net.id
Read the story >

Entri Populer

tempat iklan
Grab this Widget ~ Blogger Accessories
 
bottom