KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Selasa, 23 Agustus 2011
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir

Perencanaan pengelolaan hutan lestari dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan, pemerintah selalu dilakukan secara sentralistik tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Sebagian elit birokrasi beranggapan bahwa untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisis kondisi dan merumuskan permasalahan, apalagi mencari solusi pemecahannya, sehingga masyarakat kurang terlibat dalam setiap tahapan proses pemberdayaan. Akibatnya masyarakat kurang memahami dan mengerti untuk apa dan bagaimana program tersebut dilakukan. Kondisi ini yang mendorong masyarakat bersikap tidak peduli dan tidak bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan program tersebut. Beberapa contoh program pemberdayaan yang digulirkan pemerintah yang belum menunjukkan manfaat yang signifikan secara berkelanjutan bagi masyarakat dan bahkan hanya menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah adalah pembagian Raskin, Gaskin, dana bergulir, BLT dan sebagainya.
Paradigma baru pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan diharapkan lebih dapat bersifat memberdayakan masyarakat. Mengingat salah satu tujuan pembangunan adalah terciptanya masyarakat yang memiliki daya, kekuatan atau kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembangunan serta memiliki kebebasan di segala bidang kehidupan. Keberhasilan implementasi paradigma baru pemberdayaan masyarakat disadari bukanlah hal yang mudah, tetapi memerlukan upaya dan kerja keras dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, pelaku pemberdayaan maupun masyarakat. Salah satu yang harus diperhatikan dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah keterlibatan masyarakat sasaran dan pemanfaatan potensi dan sumberdaya lokal secara optimal agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri (mandiri).
Sumberdaya yang dimiliki masyarakat dalam istilah ekonomi disebut modal atau aset yang dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok modal yaitu, modal fisik, modal manusia dan modal sosial yang perlu

diidentifikasi secara cermat oleh pelaku pemberdayaan bersama masyarakat, dikembangkan serta dimanfaatkan dalam rangka memberdayakan masyarakat.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang berdaya menuju keberdayaan. Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh Ife (1995), Sumitro (Vitayala, 1995), Sumardjo (1999), dan Slamet (2000) tentang ciri-ciri masyarakat berdaya maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat dapat dikatakan berdaya jika memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang memadai seperti yang disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Ciri-ciri masyarakat berdaya dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Aspek perilaku Masyarakat Berdaya Masyarakat Kurang Berdaya
Penge- (1) Memiliki pengetahuan yang luas (1) Pengetahuan yang terbatas tahuan (2) Memiliki wawasan jauh ke depan (2) Berwawasan sempit (kognitif) (3) Dapat mengenal potensi dan (3) Kurang mengenal potensi dan kebutuhan dirinya dengan baik kebutuhan dirinya
(4) Memahami unsur-unsur (4) Kurang memahami unsur-unsur manajemen dan kepemimpinan manajemen dan kepemimpinan 

Sikap (1) Percaya diri (1) Memiliki rasa minder
(Afektif) (2) Pantang menyerah (2) Mudah menyerah (fatalis)
(3) Selektif (3) Menerima apa adanya
(4) Komunikatif (4) Kurang komunikatif
(5) Jujur dan bertanggungjawab dalam (5) Kurang bertanggungjawab atas tutur
bertutur dan bertindaknya dan tindakanya
(6) Terbuka, bekerjasama dan peduli (6) Tertutup, dan susah diajak terhadap sesamanya kerjasama serta kurang peduli terhadap sesamanya.
Ketram- (1) Dapat mengidentifikasi kebutuhan (1) Tidak dapat mengidentifikasi pilan(Psiko dan potensi yang dimiliki secara kebutuhan dan potensi local secara motorik) tepat tepat
(2) Mampu menerapkan unsur-unsur (2) Tidak mampu menerapkan unsur
manajemen dan kepemimpinan unsur manajemen dan kepemim
dalam kehidupannya secara baik pinan dalam kehidupannya secara
(3) Berkemampuan mencari dan baik
memanfaatkan informasi dan (3) Tidak dapat memanfaatkan
peluang baru. informasi dan peluang yang ada
(4) Berkemampuan memenuhi (4) Kurang kreatif dalam pemenuhan
kebutuhannya kebutuhannya

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu perwujudan capacity building masyarakat yang bernuansa pada pemberdayaan sumberdaya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat perdesaan seiring dengan pelaksanaan Pendampingan, Penyuluhan dan Pelayanan (Tiga-P). Pendampingan dapat menggerakkan partisipasi lokal masyarakat, Penyuluhan dapat mere spon dan memantau perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dan Pelayanan sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat (Vitayala et al, 2000)
Pelaksanaan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan masyarakat dalam upaya memberdayakan memerlukan pelaku yang memiliki kemampuan yang memadai. Paradigma baru pemberdayaan menuntut adanya pelaku pember¬dayaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas-tugasnya di lapangan dengan baik. Mereka tidak hanya dituntut untuk memperkaya dan memperluas pengetahuannya, tidak cukup mengandalkan kecerdikan dan ketrampilannya dalam mendesain program pemberdayaan, melainkan dituntut pula untuk memiliki komitmen yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat.
Kemampuan pelaku pemberdayaan (stakeholders) yang utama adalah kemampuan menggali, menumbuhkan, mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Menumbuhkembangkan potensi sumberdaya lokal mempunyai arti yang sangat penting terutama agar masyarakat tidak tergantung pada pihak luar. Pelaku pemberdayaan harus yakin bahwa jika sumber daya dan potensi lokal bisa terangkat, maka proses pemberdayaan yang berujung pada pemandirian akan mudah dicapai. Artinya, bahwa potensi lokal akan menjadi perangsang menuju masyarakat yang berkembang, berdaya dan mandiri.
Merujuk pada beberapa uraian yang dikemukakan oleh Compton dan Galaway (1989), Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), Tjokrowinoto (2001), dan Jamasy (2004), maka dapat disimpulkan bahwa para pelaku pemberdayaan yang dapat memberdayakan masyarakat sebaiknya memiliki kemampuan yang memadai yang tercermin pada tiga aspek perilaku yaitu: aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan, seperti yang disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Ciri-ciri pelaku pemberdayaan yang memberdayakan dilihat dari aspek perilaku; pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
No. Aspek perilaku Pelaku pemberdayaan yang
memberdayakan Pelaku pemberdayaan kurang
memberdayakan
1 Pengetahuan (kognitif) (1) Berpengetahuan luas dan berwawasan jauh ke depan
(2) Berkemampuan mengenal kebutuhan & potensi yang dimiliki masyarakat
(3) Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perencanaan partisipatif
(4) Memiliki pemahaman tentang penyuluhan, pendampingan, pelayanan dan komunikasi. (1) Berpengetahuan terbatas dan berwawasan sempit
(2) Kurang mengenal kebutuhan & potensi yang dimiliki masyarakat
(3) Pengetahuan dan pemahaman tentang perencanaan
partisipatif
yang terbatas
(4) Kurang memahami prinsip penyuluhan, pendampingan, pelayanan dan komunikasi
2. Sikap (Afektif) (1) Empati
(2) Cepat tanggap (responsif)
(3) Fleksibel
(4) Komunikatif
(5) Demokratis
(6) Memiliki komitmen yang tinggi terhadap kepentingan masyarakat
(7) Bertanggungjawab (1) Kurang memiliki rasa empati
(2) Kurang responsif
(3) Kaku dalam bertindak
(4) Kurang komunikatif
(5) Kurang demokratis
(6) Komitmen rendah terhadap kepentingan masyarakat
(7) Bertanggungjawab
3. Ketrampilan (Psikomo-torik) (1) Dapat mengidentifikasi kebutuhan dan potensi yang dimiliki masyarakat secara baik dan tepat
(2) Trampil memotivasi dan memfasilitasii masyarakat
(3) Trampil memanfaatkan teknologi modern dalam mencari informasi peluang baru secara baik.
(4) Trampil memasarkan dan mengembangkan inovasi (1) Kurang tepat dalam mengiden-tifikasi kebutuhan dan potensi masyarakat.
(2) Kurang trampil memotivasi dan memfasilitasi, masyarakat
(3) Kurang trampil memanfaatkan teknologi modern dalam mencari informasi dan peluang baru
(4) Kurang inovatif

Pelaku pemberdayaan dalam menjalankan fungsinya, terutama dalam melakukan proses pemberdayaan yang dapat mewujudkan masyarakat berdaya juga tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang memiliki sumberdaya manusia yang memadai dan modal sosial yang kuat. Pada era globalisasi seperti sekarang ini perhatian terhadap modal manusia semakin tinggi berkaitan dengan perkem¬bangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi. Para ahli kedua bidang

tersebut umumnya sepakat pada satu hal, yakni modal manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi juga kualitas. Lalu muncul pertanyaan, apa ukuran yang menentukan kualitas manusia?. Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan hal ini, seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di antara berbagai aspek tersebut, pendidikan dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia dianggap akan mem¬peroleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik (Tobing, 2005). Pendidikan adalah cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi pula
Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai investasi modal manusia (human capital investment) dan menjadi "leading sector" atau salah satu sektor utama. Seperti yang dikemukakan oleh Todaro, M.P. dan Smith, S.C (2003) bahwa pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar yang keduanya merupakan bentuk dari modal manusia yang menjadi fundamental untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga.
Menurut Fukuyama (2002) bahwa dewasa ini modal untuk usaha tidak lagi melulu berwujud tanah, pabrik, alat-alat dan mesin. Bentuk modal-modal tersebut bahkan cenderung semakin berkurang dan akan segera didominasi oleh modal manusia seperti; pengetahuan dan ketrampilan. Coleman (1998) menam¬bahkan bahwa selain pengetahuan dan ketrampilan, porsi lain dari modal manusia adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain.
Berdasarkan pendapat Coleman (1998), Fukuyama (2002) dan Todaro, dan Smith (2003) maka dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya tingkat modal manusia masyarakat dapat diukur melalui; (1) tingkat pendidikan, (2) tingkat

kesehatan, dan (3) tingkat kemampuan berinteraksi antar sesama. Oleh karena itu, setiap individu dikatakan memiliki modal manusia yang tinggi jika memiliki tingkat pendidikan, kesehatan dan hubungan yang harmonis antar sesama warga masyarakat yang memadai dalam melakukan suatu aktivitas yang secara rinci disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Ciri masyarakat yang memiliki modal manusia (human capital)
Aspek
Penilaian Masyarakat yang Memiliki Human Capital yang tinggi Masyarakat yang Memiliki Human Capital yang rendah
Pendidikan (1) Tingkat pendidikan relatif tinggi
(2) Pengetahuan yang luas (3) Wawasan jauh ke depan (1) Tingkat pendidikan relatif rendah
(2) Pengetahuan yang kurang memadai
(3) Wawasan sempit
Kesehatan (1) Memiliki fisik yang kuat
(2) Selalui berpikir rasional
(3) Religius
(4) Akses terhadap pelayanan kesehatan tinggi (1) Fisik yang lemah
(2) Berpikir tidak irasional
(3) Kurang religius
(4) Akses terhadap pelayanan kesehatan rendah
Kemampuan berinteraksi antar sesama (1) Terbuka
(2) Menjalin persahabatan (3) Membangun kerjasama (1) Kurang menerima pendapat orang lain
(2) Kurang bersahabat
(3) Tidak dapat bekerjasama

Para ilmuwan sosial sadar bahwa keberhasilan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh modal ekonomi yang berbentuk material semata, tetapi juga ada modal dalam bentuk immaterial. Modal immaterial ini oleh banyak ilmuwan disebut sebagai modal sosial. Modal sosial bisa melekat pada individu manusia dan juga bisa merupakan hasil interkasi sosial dalam bentuk jaringan sosial ( Alder & Seok, 2002). Oleh karena itu, mengenai pengertian atau definisi modal sosial sangat beragam tetapi tidak lepas dari dua obyek penekanan, pertama penekanan pada karakteristik yang melekat pada individu (norma-norma, saling percaya, saling pengertian , kepedulian, dll) dan kedua penekanan pada jaringan hubungan sosial (adanya kerjasama, pertukaran informasi, dll )
Berdasarkan pendapat Putnam (1995), Coleman (1998), dan Fukuyama (2002), maka indiktor untuk mengukur tinggi rendahnya modal sosial masyarakat antaral lain dapat dilihat dari; (1) jaringan sosial/kerja, (2) kepercayaan (saling

percaya), (3) ketaatan terhadap norma, (4) kepedulian terhadap sesama, dan (5) keterlibatan dalam organisasi sosial seperti yang terlihat dalam Tabel 5.
Tabel 5 Tingkatan modal sosial masyarakat
Jenis Modal Sosial Unsur penilian Masyarakat yang
memiliki modal
sosial
minimum/rendah Masyarakat yang
memiliki modal
sosial dasar/sedang Masyarakat yang
memiliki modal sosial
Maksimum/tinggi
(1) (2) (3) (4) (5)
Tujuan Untuk memenuhi kepentingan sendiri tanpa peduli kepentingan orang lain Untuk memenuhi kepentingan sendiri dengan memperhatikan kepentingan orang lain Untuk membantu orang lain tanpa
mengorbankan kepentingan sendiri.
Sasaran Terbatas pada lingkungan keluarga (rumah tangga) Keluarga dan tetangga serta teman dekat yang ada lingkungan tempat tinggal Komunitas umum yang tidak dibatasi oleh ikatan keluarga, pertemanan, wilayah administrasi dan sebagainya
Sumber Motivasi Entrinsik (faktor dari luar : ikut-ikutan) Entrinsik (Faktor dari luar : keluargan dan teman dekat) Intrinsik (Faktor dari dalam : telah tertanam dalam diri )
Penyelesaian Konflik Kurang peduli Keluar dari jaringan jika konflik memba- hayakan dirinya Aktif mencari penyebab dan solusi pemecahan terjadinya konflik
Pengam- bangan jaringan Kurang peduli Dilakukan jika menguntungkan organisasi kemasyarakatan Aktif dalam usaha perbaikan dan pengembangan lebih lanjut Antar sesama Kurang percayaan terhadap warga masyarakt yang tidak ada ikatan famili Hanya percaya terhadap famili, krabat/teman dekat dan tetangga Percaya terhadap siapa saja yang memiliki etika dan perilaku yang baik dalam masyarakat Nila/norma masyarakat Hanya percaya kepada nilai/norma yang diwariskan keluarganya Percaya terhadap nila/normal yang disepakati oleh komunitasnya Percaya terhadap nilai /norma yang mengakomodir kepentingan orang banyak

Tabel 5 lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5)
Tokoh masyarakt Kurang percaya terhadap tokoh masyarakat Percaya terhadap tokoh masyarakat yang ada hubungan keluarga dan organisasi kemasyarakatannya Percaya terhadap tokoh masyarakat yang memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Pihak Luar/LSM Kurang percaya terhadap orang luar/LSM Percaya kepada orang luar/LSM yang sudah dikenal. Percaya terhadap orang luar/LSM yang bertujuan untuk membantu masyarakat banyak.
Pemerintah Kurang percaya terhadap pemerintah karena sering menipu masyarakat. Percaya terhadap pemerintah yang ada hubungan keluarga atau persahabatan. Percaya terhadap pemerintah yang selalu memperjuangkan kepentingan masyarakat tanpa memandang keluarga, organisasi kemasyarakatan, suku, etnis dan agama.
Agama Sering tidak mentaati ajaran agama yang dianut Hanya mentaati ajaran yang diwajibkan saja Mentaati semua ajaran agama baik wajib maupun yang disunatkan Nilai/norma masyarakat Hanya taat terhadap nilai/norma yang menguntungkan diri sendiri. Taat terhadap nila/normal yang disepakati oleh komunitasnya dan tidak merugikan diri sendiri Taat terhadap nilai/norma yang berlaku secara umum dan mengakomodir kepentingan orang banyak
Tokoh masyarakt Hanya taat terhadap tokoh masyarakat yang ada hubungan keluarga Taat terhadap tokoh masyarakat yang memperjuangkan kepentingan keluarga dan kelompoknya Taat terhadap tokoh masyarakat yang memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Pihak Luar/LSM Kurang taat terhadap orang luar/LSM Taat kepada orang luar/LSM yang sudah dikenal dan memperjuangkan kepentingan keluarga dan kelompoknya Taat terhadap orang luar/LSM yang sudah yang bertujuan untuk membantu masyarakat banyak.

Tabel 5 lanjutan
(1) (2) (3) (4) (5)
Pemerintah Kurang taat terhadap peraturan pemerintah. Taat terhadap peraturan pemerintah yang ada hubungan dengan kepetingan diri sendiri dan kelompoknya Taat terhadap peraturan pemerintah yang mengakomodir kepentingan masyarakat umum tanpa memandang keluarga, kelompok, suku, etnis dan agama.

Agar kepentingan pribadi terpelihara
Terbatas pada lingkungan keluarga (rumah tangga)
Entrinsik (faktor dari luar : ikut-ikutan)
Kurang memiliki tujuan yang jelas (ikut-ikutan)
Jarang terlibat
Tidak lebih dari satu organisasi

Agar tetap terjalin hubungan yang harmonis antara sesama
Keluarga dan tetangga serta sahabat/teman
dekat yang ada lingkungan tempat tinggal
Entrinsik (Faktor dari luar : keluargan dan teman dekat)
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman pribadi
Kadang-kadang terlibat
Dua sampai tiga organisasi

Untuk membangun hubungan yang harmonis dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan
Komunitas umum yang tidak dibatasi oleh ikatan keluarga, pertemanan, wilayah administrasi dan sebagainya
Intrinsik (Faktor dari dalam : telah tertanam dalam diri )
Untuk menambah dan berbagi pengetahuan dan pengalaman antar sesama anggota
Sering terlibat
Lebih dari tiga organisasi

Hubungan antara Peubah
Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat miskin, lemah, terpinggirkan dan yang terabaikan. Pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi. Keberhasilan proses pemberdayaan

sangat tergantung dari dukungan faktor-faktor physical capital, human capital, social capital, dan kemampuan pelaku pemberdayaan.
Usaha pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran akhir-akhir ini sangat gencar melalui berbagai macam program pemberdayaan seperti, KUT, P2KP, RASKIN, GASKIN, BLT dan sebagainya. Keberhasilan program-program tersebut sampai saat ini belum nampak secara signifikan dalam menurun¬kan jumlah angka kemiskinan. Salah satu penyebab dari kegagalan program pemberdayaan tersebut adalah ketidak sesuaian harapan, keinginan dan kebutuhan dasar masyarakat serta tidak tersedianya modal fisik yang memadai. Selain itu faktor kemampuan (human capital) masyarakat untuk menerima, melaksanakan dan mengelola program tersebut secara profesional masih kurang dan faktor kemauan menjalin hubungan yang harmonis, saling percaya, peduli terhadap sesama, membangun kerjasama dan taat terhadap kesepakatan/aturan/norma yang berlaku (modal social) belum dioptimalkan.
Untuk mensukseskan program pemberdayaan yang dapat memberdayakan masyarakat maka perlu semua pihak, terutama pemerintah harus secara serius membangun dan menyediakan sarana dan prasarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan produksi, pendidikan, kesehatan, transportasi dan komunikasi. Sarana dan prasarana pembangunan yang memadai akan membantu dan mendorong peningkatan kemampuan intelektual yang diwujudkan dalam peran serta masya-rakat dalam pembangunan melalui kerjasama yang saling menguntungkan, membangun jaringan kerja yang positif dan taat terhadap norma yang berlaku..
Keterpaduan antara faktor tersebut akan mendorong terciptanya masyara-kat yang dapat menolong diri sendiri (berdaya). Keberdayaan masyarakat akan dapat diwujudkan melalui kemampuannya dalam berpartisipasi secara optimal dalam memanfaat potensi sumberdaya yang dimiliki melalui kegiatan perencana-an, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi secara adil dan bertanggung jawab. Selain itu, masyarakat akan memiliki peluang dalam mengakses sumber-daya dan informasi, menumbuhkan jiwa partisipasi yang tinggi, menanamkan rasa tanggungjawab dan komitmen yang kuat.

Secara singkat hubungan antar peubah penelitian sebagai modal kerangka pikir penelitian pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung divisua-lisasikan pada Gambar 2.



sesama
Social Capital (X3)
Tingkat :
• Kerjasama antar sesama
• Kepercayaan antar sesama
• Kepatuhan terhadap norma
• Kepedulian antar sesama
• Keterlibatan dlm aktivitas organisasi sosial
Proses Pemberdayaan (Y1)
Tingkat Keterlibatan Masyarakat dalam :
• Perencanaan
• Pengorganisasian
• Pelaksanaan
• Evaluasi

Kemampuan Pelaku
Pemberdayaan
(X4)
Tingkat kemampuan :
• Kognitif(berpikir)
• Psikomotorik (berbuat/bertindak)
• Afektif (bersikap)

Gambar 2 : Model Kerangka Berpikir Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Lindung.

Hipotesis
Berdasarkan rumusan permasalahan dan kerangka pikir penelitian, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
(1) Modal sosial (social capital) masyarakat secara nyata dipengaruhi oleh modal fisik (physical capital), dan modal manusia (human capital). Adapun model konseptual hipotesis pertama disajikan pada Gambar 3
Gambar 3 Model konseptual hipotesis pertama
(2) Proses pemberdayaan masyarakat secara nyata dipengaruhi oleh modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital), modal sosial (social capital), dan kemampuan pelaku pemberdayaan. Adapun model konseptual hipotesis kedua disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Model konseptual hipotesis kedua

(3) Tingkat keberdayaan masyarakat secara nyata dipengaruhi oleh modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital), modal sosial (social capital), kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses pemberdayaan. Adapun model konseptual hipotesis ketiga disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Model konseptual hipotesis ketiga

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi penelitian adalah masyarakat tani yang bermukim sekitar kawasan hutan lindung Jompi Kabupaten Muna di Sulawesi Tenggara. Secara administrasi kawasan hutan lindung Jompi berbatasan dengan lima kecamatan yaitu; Kecamatan Batalaiworu, Katobu, Duruka, Kontunaga dan Watupute. Mengingat keterbatasan waktu, biaya, maupun tenaga, maka populasi penelitian dibatasi pada masyarakat tani yang bermukim di kelurahan/desa yang bersentuhan langsung dengan kawasan hutan lindung Jompi di bagian hulu DAS Jompi yang berjumlah 981 rumah tangga.
Sampel
Menurut Sugiono (2000), bila obyek penelitian atau sumber data sangat luas, misalnya meliputi suatu negara, provinsi atau kabupaten sebaiknya pengam-bilan sampel daerah maupun responden menggunakan teknik Cluster Sampling atau Areal Sampling. Penentuan sampel yang akan dijadikan sumber data adalah berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Kabupaten Muna merupakan daerah yang memiliki kawasan hutan lindung Jompi yang di dalamnya terdapat Daerah Aliran Sungai (DAS) Jompi yang merupakan sumber mata air bersih penduduk Kota Muna. Kawasan hutan lindung Jompi secara adminstrasi berbatasan langsung dengan lima Kecamatan, maka untuk menentukan daerah penelitian perlu membagi daerah kawasan hutan menjadi beberapa unit analisa atau satuan penelitian.
Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), bahwa jika kerangka sampel (sampling frame) yang akan digunakan sebagai dasar pemilihan sampel tidak tersedia atau tidak lengkap, maka perlu menetapkan unit-unit analisa dalam populasi yang digolongkan ke dalam gugus-gugus yang disebut Cluster, dan inilah yang menjadi satuan-satuan dari mana sampel akan diambil. Berdasarkan
Read the story >

BAB II KERANGKA TEORI

Senin, 22 Agustus 2011
BAB II
KERANGKA TEORI

Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu ditegakkan agar peneliti mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan caba-coba (trial and error) landasan teoritis (Sugiyono, 2004: 55).
Menurut Hoy dan Miskel ( dalam Sugiyono, 2004:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Sebelum melakukan penelitian yang lenih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai berikut:
1. Partisipasi Masyarakat
a. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Kata partisipasi sering dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pembangunan, pengambilan keputusan, kebijakan, pelayanan pemerintah. Sehingga partisipasi itu memiliki arti yang penting dalam kegiatan pembangunan, dimana pembangunan itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan masyarkat.
Bhattacharyya (dalam Ndraha,1990: 102) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama, sedangkan Mubyarto (dalam Ndraha,1990: 102) juga menyebutkan bahwa partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.
Wahyudi Kumorotomo (1999:112-114) mengatakan bahwa partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbale balik antara pemerintah dengan warganya.
Secara umum corak partisipasi warga Negara dapat dibedakan menjadi empat macam:
1. Partisipasi dalam pemilihan (electoral participation)
2. Partisipasi kelompok (group participation)
3. Kontak antara warga Negara dengan pemerintah (citizen government contacting)
4. Partisipasi warga negara langsung
Begitu juga halnya dengan Soetrisno (dalam Tangkilisan, 2005:320) partisipasi ditempatkan sebagai style of development yang berarti bahwa partisipasi dalam kaitannya dengan proses pembangunan haruslah diartikan sebagai usaha mentranformasikan sistem pembangunan dan bukan sebagai suatu bagian dari usaha system mainternance. Untuk itu, partisipasi seharusnya diartikan sebagai suatu nilai kerja bagi masyarakat maupun pengelola pembangunan sehingga partisipasi berfungsi sebagai mesin pendorong pembangunan.
Dalam pembangunan, partisipasi semua unsur masyarakat dengan kerja sama sukarela merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Soehardjo (dalam Tangkilisan 2005: 321). Dalam hal ini partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Davis (dalam Tangkilis 2005: 321) memberikan pengertian partisipasi sebagai berikut: “Participation is defined as an individual as mental and emosional involvement in a group situasion that encourages him to contribute to group goal and share responsibility for them.”
Bila diterapkan dalam pembangunan, maka pendapat Keith Davis ini mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
1. Adanya keterlibatan mental dan emosi individu dalam melakukan aktifitas kelompok;
2. Adanya motivasi individu untuk memberikan kontribusi tergerak yang dapat berwujud barang, jasa, buah pikiran, tenaga, dan keterampilan;
3. Timbulnya rasa tanggung jawab dalam diri individu terhadap aktivitas kelompok dalam usaha pencapaian tujuan.
Dalam hubungannya dengan palaku-pelaku yang terlibat dalam aktifitas pembangunan, Nelson (dalam Tanggkilisan 2005:323) menyebutkan adanya dua macam bentuk partisipasi, yaitu: (1). Partisipasi Horizontal yaitu partisipasi di antara sesama warga atau anggota masyarakat, di mana masyarakat mempunyai kemampuan berprakarsa dalam menyelesaikan secara bersama suatu kegiatan pembangunan; (2). Partisipasi Vertikal yaitu partisipasi antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah, dalam hubungan dimana masyarakat berada pada posisi sebagai pengikut atau klien.
Partisipasi masyarakat juga dapat diartikan sebagai Adisasmita (2006: 41) pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan, dan implementasi program/proyek pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terdapap implementasi program pembangunan.

Dalam proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai masukan dan keluaran. Sebagai masukan, partisipasi masyarakat berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara madiri. Selain itu, partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat yang bersangkutan, dan sebagai keluaran partisipasi dapat digerakkan atau dibangun dengan memberikan motivasi melalui berbagai upaya, seperti Inpres Bantuan Desa, LKMD, KUD, dan lain sebagainya (Ndraha, 1990:109).
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi hal yang sangat penting ketika diletakkan di atas keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling penting tahu apa yang menjadi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Maka di dalam partisipasi masyarakat dalam pembagunan dapat dibagi dalam empat tahapan (Kaho 2007: 127) yaitu:
1. Partisipasi dalam Proses Pembuatan Keputusan
Dalam tahap ini partisipasi masyarakat sangat mendasar sekali, terutama karena putusan politik yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan. Masyarakat hanya akan terlihat dalam aktifitas selanjutnya apabila mereka merasa ikut andil dalam menentukan apa yang akan dilaksanakan.
2. Partisipasi dalam Pelaksanaan
Partisipasi ini merupakan tindakan selanjutnya dari tahap pertama, partisipasi dalam pembangunan akan terlihat ketika masyarakat ikutserta dalam memberi kontribusi guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan
3. Partisipasi dalam Memamfaatkan Hasil Pembangunan
Tujuan pembangunan adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur, maka dalam tahap ini masyarakat secara bersama akan menikmati hasil pembangunan dengan adil tanpa ada pengecualian. Setiap masyarakat akan mendapatkan bagian sebesar kontribusi atau pengorbanan yang diberikan. Mamfaat yang dapat diterima dalam pembangunan ini yaitu mamfaat materialnya; mamfaat sosialnya; dan mamfaat pribadi.
4. Partisipasi dalam Evaluasi
Suatu kegiatan dapat dinilai apabila memberi mamfaat yang sepantasnya bagi masyarakat. Maka dalam tahap ini, masyarakat diberi kesempatan untuk menilai sendiri hasil yang sudah didapat dalam pembangunan, dan masyarakat menjadi hakim yang adil dan jujur dalam menilai hasil yang ada.

b.Strategi Untuk Menggerakkan Partisipasi
Usaha untuk memperbaiki kondisi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat dilakukan dengan menggerakkan partisipasi. Program pembangunan selama ini hanya melibatkan pemerintah saja sehingga hasilnya kurang mengena pada kebutuhan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan hal yang sangat penting ketika diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang mereka butuhkan dan masyarakat jugalah permasalahan yang mereka hadapi. Namun kenyataan yang masih terlihat bahwa di setiap program pembangunan, partisipasi masyarakat belum terlihat secara keseluruhan.
Keadaaan masyarakat yang kurang melibatkan dirinya dalam program pembangunan dilihat dari belum adanya sistem yang memberikan ruang yang aman memadai atau belum tersedianya suatu frame work bagi proses partisipasi masyarakat. Dan disamping itu masih rendahanya kemampuan untuk mengembangkan partisipasi akibat tidak terbiasanya masyarakat melibatkan diri dalam pemabangunan.
Maka untuk itu, agar suatu program pembangunan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, harus ada jaminan bahwa partisipasi masyarakat terlibat didalamnya. Maka untuk menjamin hal itu terjadi harus ada terciptanya, (Juliantara, 2004:37-38) :
1. Politik Will dari pemerintah daerah untuk membuka ruang dan arena bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Karena selama ini atau selama orde lama dikondisikan dengan menerima apa yang diperintahkan oleh pemerintah pusat, dan tidak dibiasakan untuk melakukan program secara partisipatif.
2. Adanya jaminan atau garansi bagi orang yang berpatisipasi. Bahwa partisipasi merupakan syarat dari setiap program pembangunan, otomatis harus melibatkan stakeholders.
3. Masyarakat sebagai stakeholder harus belajar juga untuk berpartisipasi, apabila ruang dan arena sudah disediakan dan jaminan sudah diberikan maka masyarakat tidak akan takut lagi untuk mengeluarkan aspirasi dan berpatisipasi dalam proses pembangunan.

Selain di atas menurut Ndraha (1990:104) untuk menciptakan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilakukan usaha sebagai berikut:
1. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata.
2. Dijadikan stimulasi terhadapi masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban ( respon ) yang dikehendaki.
3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikehendaki secara berlanjut.
Selain hal di atas Bryant dan White (dalam Ndraha 1990:105) juga menyebutkan cara lain dalam meningkatkan partisipasi masyarakat yaitu:
1. Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan mudah dikelola oleh masyarakat.
2. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
3. Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan.
2. Perencanaan
a. Pengertian Perencanaan
Pengertian perencanaan sangat beranekaragam. Keanekaragaman pengertian dan defenisi perencanaan dipengaruhi pandangan dari sudut-sudut pandang tertentu sesuai kepentingan yang diharapkan. Berdasarkan berbagai pengertian perencanaan yang ada, perencanaan merupakan (Wrihatnolo dan Nugroho,2006:40) :
1. Himpunan asumsi untuk mendapatkan tujuan. Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu.
2. Seleksi Tujuan. Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapaianny;
3. Pemilihan alternative dan alokasi sumber daya. Perencanaan adalah pemilihan alternative atau penganalokasian berbagai sumber daya yang tersedia.
4. Rasionalitas. Perencanaan adalah pemikiran yang rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate)sebagai persiapan untuk melaksanakan tidakan – tindakan kemudian.
5. Proses penetuan masa depan. Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangkaian pencapain tujuan yang telah ditentukan.
Pada hakikatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar, terorganisasi , dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu Waterson (dalam Conyer, 1991: 4) .
Selanjutnya apapun yang terlintas dibenak kita manakala kita membicarakan perencanaan kiranya tidak terlepas dari kaitan persoalan pengambilan keputusan. Implikasinya adalah bahwa pasti ada cara yang lebih baik dalam hal pengambilan keputusan tersebut, mungkin dengan cara lebih memperhatikan lebih banyak data yang ada, ataupun hasil-hasil yang mungkin dicapai di masa yang akan datang. Schaffer (dalam Conyer, 1991: 4)
Perencanaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses menyusun langkah-langkah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam konteks masyarakat, perencanaan akan berarti himpunan langkah untuk memecahkan persoalan dan kebutuhan masyarakat tersebut, guna mencapai maksud dan tujuan tertentu, yang bisa diidentifikasikan sebagai keadaan (kondisi atau posisi) yang lebih baik. (Ade, 2005 : 70)
Perencanaan ini merupakan proses pengambilan keputusan dengan menetapkan langkah-langkah terlebih dahulu guna menjawab kebutuhan masyarakat. Langkah-langkah yang ditetapakan diharapkan berisi aspirasi masyarakat dalam rangka mencapai suatu kehidupan yang lebih baik dan bermakna.
Tjokroamidjojo (1998:12), mengemukakan alasan dilakukannya perencanaan sebagai
berikut:

a. Dilihat dari segi alat atau cara untuk mencapai tujuan, alasan dilakukannya perencanaan adalah:
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.
2. Dengan adanya perencanaan, maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal¬hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.
3. Dengan perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternative tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi yang baik.
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas memilih urutan-urutan pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.
5. Dengan adanya usaha rencana, maka aka nada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan/evaluasi.
b. Dari segi ekonomi, maka perencanaan dilakukan untuk:
1. Penggunaan dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas secara efektif dan efesien.
2. Perkembangan ekonomi yang tetap, atau pertumbuhan ekonomi yang secara terus¬menerus meningkat.
3. Stabilitas ekonomi.
Dalam UU No. 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dijelaskan tentang pendekatan-pendekatan dalam proses perencanaan yaitu:
1. Pedekatan politik memandang bahwa pemilihan presiden/ kepala daerah adalah penyusunan rencana, karena rakyat memilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing Calon presiden/ kepala daerah. Oleh karena itu rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah. Oleh Karen itu rencan pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.
2. Perencanaan dengan pendekatan teknoktratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja secara fungsional bertugas untuk itu.
3. Perencanaan dengan pendekatan partisipastif dilaksanakan dengan melibat semua pihak yang berkepentingan terhadap pembanguna. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
4. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan Desa.
b. Tahapan dalam Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses menyusun langkah-langkah yang akan diselenggarakan dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat, yaitu untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan dapat dipandang sebagai formulasi mengenai aspirasi masyarakat dalam
rangka mencapai suatu kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna, melalui langkah-langkah pembangunan.
Sebagai langkah awal, perencanaan melibatkan hal-hal yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memamfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan tertentu atau kenyataan yang ada di masa depan. Istilah sumber daya merupakan sumber daya almiah, manusia, modal ( bangunan, pabrik, saran/prasarana dan sebagainya) dan keuangan.
Ada beberapa tahap perencanaan dalam mencapai tujuan pembangunan yang
berorientasi pada kebutuhan dan keterlibatan masyarakat adalah : ( Abe,2005: 77-84)
1. Penyelidikan
Penyelidikan adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan persoalan-persoalan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam proses, penyelidik tidak menempatkan diri sebagai pihak luar, orang asing, melainkan harus mengusahakan agar bisa berintegrasi dengan komunitas yang diselidiki.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari penyelidikan. Data atau informasi yang telah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam. Untuk memperoleh perumusan, pada dasarnya dilakukan suatu proses analisis atas informasi,dataatau pengalaman hidup masyarakat. Agar masalah tersebut tepat mencerminkan kebutuhan dari komunitas, maka cara yang ditempuh dengan melibatkan masyarakat dalam proses tersebut.
3. Identifikasi Daya Dukung
Daya dukung dalam hal ini tidak harus diartikan sebagai dana konkrit, melainkan keseluruhan aspek yang bisa memungkinkan terselenggaranya aktifitas dalam mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan. Daya dukung akan sangat tergantung pada (1). Persoalan yang dihadapi; (2). Tujuan yang hendak dicapai; (3). Aktivitas yang akan dilakukan.
4. Rumusan Tujuan
Tujuan tidak lain adalah kondisi yang hendak dicapai dan yang diinginkan, maka karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya. Jika suatu rangkaian langkah yang dimaksudkan untuk kepentingan rakyat, maka sangat mutlak adanya keterlibatan masyarakat yang sadar. Tanpa keterlibatan masyarakat, maka menjadi sangat mungkin rumusan yang

dikeluarkan adalah kenginan pihak luar. Kita harus sadar bahwa kebutuhan luar sangat berbeda dengan kebutuhan komunitas atau masyarakat.
5. Menetapkan Langkah-Langkah
Menetapkan langkah-langkah yaitu proses menyusun apa yang akan dilakukan. Sebetulnya proses ini merupakan proses membuat keputusan yang lebih utuh dari perencanaan. Umumnya rencana tindakan akan memuat, apa yang hendak dicapai, kegiatan yang hendak dilakukan, pembagian tugas atau pembagian tanggung jawab, waktu ( kapan dan berapa lama kegiatan akan dilaksanakan). Untuk menyusun langkah yang baik, maka diperlukan kejelasan rumusan pernyataan yang harus jelas, dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.
6. Penentuan Anggaran
Anggaran disini bukan berarti menghitung uang, melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia. Penyusunan anggaran ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah perencanaan.
c. Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannyan melibatkan kepentingan masyarakat, dan dalam pro sesnya melibatkan masyarakat ( baik secara langsung maupun tidak langsung). Tujuan dan cara harus dipandang sebagai suatu kesatuan. Suatu kesatuan untuk kepentingan rakyat, yang bila dirumuskan dengan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusannya akan berpihak kepada rakyat (Abe 2005:88).
Melibatkan masyarakat dalam perencanaan merupakan suatu hal yang penting dalam keberhasilan suatu pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan akan memberi hasil yang lebih baik karena yang lebih tahu kebutuhan dan tuntutan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. Sehingga sangat penting apabila partisipasi masyarakat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan lebih ditingkatkan.
Perencanaan partisipatif adalah proses pengambilan keputusan pembangunan yang melibatkan masyarakat, swasta, dan pemerintah sesuai fungsinya masing-masing. Keterlibatan
masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat secara langsung, yaitu perencanaan yang langsung disusun bersama masyarakat, maupun perencanaan yang disusun melalui mekanisme perwakilan sesuai dengan institusi yang sah ( legal –formal), seperti parlamen.
Ada tiga hal dampak dari melibatkan masyarakat secara langsung dalam perencanaan Abe (2005:91) yaitu:
1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan masyarakat akan memperjelas apa yang sebetulnya apa yang dikehendaki masyarakat.
2. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik.
3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.
Proses dalam melibatkan masyarakat secara langsung adalah bahwa masyarakat secara langsung ikut ambil bagian sejak dari awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat secara langsung ini akan menjadi penjamin bagi suatu proses yang baik dan benar. Namun harus diperhatikan juga bagaimana tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat agar mampu memberikan partisipasi yang berarti pula dalam pembangunan.
Ada tiga kenyataan yang mengakibatkan sulitnya menciptakan suatu partisipasi yang ideal bagi pembangunan Juliantara (2004: 86) yaitu : (1). Telah berkembangnya suatu tradisi tanpa partisipasi dalam praktek pembangunan; (2). Kondisi masyarakat yang memiliki kapasitas rendah dalam mengembangkan suatu format partisipasi; (3). Belum tersedianya perangkat kebijakan yang dengan sengaja memberi perlindungan, memberi dukungan, dan memberi motivasi partisipasi.

Maka dalam hal ini, pemerintah yang memang peduli dan membutuhkan partisipasi masyarakat guna mencapai tujuan pembangunan harus dengan serius membangkitkan keinginan masyarakat untuk turut serta dalam setiap program pembangunan. Menyediakan suatu lembaga atau organisasi yang dapat menampung setiap aspirasi masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri merupakan suatu langkah yang harus diambil. Dan disamping itu sangat diperlukan juga rasa kenyamanan masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya tanpa ada tekanan dari luar yaitu adanya jaminan publik atau kebijakan pemerintah yang mengatur tentang hak dan kewajiban untuk berpartisipasi.
3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-PM)
a. Pengertian PNPM MP
PNPM MP adalah PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah :
1. PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan pro sedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah
daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. (http://id.wikipedia.org/wiki/PNPM_Mandiri_Perdesaan, diakses pada tanggal 25/01/2010 )
Visi PNPM Mandiri Pedesaan dalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin pedesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Pedesaan adalah:
1. Peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan;
2. Pelembagaan system pembangunan partisipatif;
3. Pengefektifan fungsi dan peran pemerintah local;
4. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat;
Pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Pedesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Pedesaan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan system pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerjasama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Pedesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan berkelanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Progran Pengembangan Kecamatan (PPK) http://ww.ppk.or.id/downloads/PTO PNPM Mandiri Perdesaan.pdf diakses pada tanggal 19/05/2010).

c. Dasar Kebijakan PNPM Mandiri Perdesaan
PNPM MP adalah program yang menjadi kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan. Adapun yang menjadi dasar kebijakan PNPM MP adalah sebagai berikut:
1. Perpres No. 54 tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). TKPK diketuai oleh Menkokesra bertugas untuk merumuskan langkah-langkah kongkrit dalam penanggulangan kemiskinan
2. Hasil Sidang Kabinet tanggal 7 September 2006 yaitu diperlukan percepatan penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
3. TKPK pada tanggal 12 September 2006 menyepakati untuk menindaklanjuti hasil siding kabinet tersebut dengan merumuskan sebuah program yang bernama PNPM
4. SK Menkokesra No. 28/KEP/Menko/Kesra/XI/2006 yang dipengaruhi dengan Kepmenkokesra No. 23/Kep/ Menko/ Kesra/VII/2007 tentang Tim Pengendali PNPM Mandiri ((http://www.ppk.or.id/downloads/Kebijakan PNPM Mandiri.pdf diakses pada tanggal 25/01/2010).
c. Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan
Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
Tujuan Khususnya meliputi:

a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.
b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagun akan sumber daya lokal.
c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif
d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.
e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.
f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan KerjaSama Antar Desa (BKAD) g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan .
d. Prinsip - Prinsip Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan
Dalam pelaksanaannya, PNPM Mandiri Perdesaan menekankan prinsip-prinsip pokok yang terdiri dari :
1. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, legasl maupun administratif
2) Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya
3) Keberpihakan pada Orang/ Masyarakat Miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung
4) Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola
5) Partisipasi/ Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan
6) Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas
7) Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut
8) Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar-pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan
9) Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
e. Ketentuan Dasar PNPM Mandiri Perdesaan
Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan merupakan ketentuan-ketentuan pokok yang digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dan pelaku lainnya dalam

melaksanakan kegiatan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian. Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara lebih terarah. Ketentuan dasar meliputi :
1. Desa Berpartisipasi
Seluruh desa di kecamatan penerima PNPM Mandiri Perdesaan berhak
berpartisipasi dalam seluruh tahapan program. Namun, untuk kecamatan- kecamatan yang pemilihan maupun penentuan besarnya BLM didasarkan pada adanya desa tertinggal, maka kegiatan yang diusulkan oleh desa-desa tertinggal akan mendapat prioritas didanai. Besarnya
pendanaan kegiatan dari desa tertinggal tergantung pada besar/volume kegiatan yang
diusulkan. Pembagian dana BLM secara otomatis kepada desa-desa tertinggal sama sekali
tidak diinginkan, karena setiap usulan kegiatan harus dinilai kelayakannya secara teknis
maupun manfaat sosial ekonominya.
Untuk dapat berpartisipasi dalam PNPM Mandiri Perdesaan, dituntut adanya
kesiapan dari masyarakat dan desa dalam menyelenggarakan pertemuan- pertemuan
musyawarah secara swadaya dan menyediakan kader-kader desa yang bertugas secara sukarela serta adanya kesanggupan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan.
2. Kriteria dan Jenis Kegiatan
Kegiatan yang akan dibiayai melalui dana BLM diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi kriteria:
a. Lebih bermanfaat bagi RTM, baik di lokasi desa tertinggal maupun bukan desa tertinggal.
b. Berdampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan

c. Dapat dikerjakan oleh masyarakat
d. Didukung oleh sumber daya yang ada
e. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan
Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi RTM,
b. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan ketrampilan masyarakat (pendidikan nonformal)
c. Kegiatan peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal (tidak termasuk penambahan modal).
d. Penambahan permodalan simpan pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) 3. Mekanisme Usulan Kegiatan
Setiap desa dapat mengajukan 3 (tiga) usulan untuk dapat didanai dengan BLM PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap usulan harus merupakan 1 (satu) jenis kegiatan/ satu paket kegiatan yang secara langsung saling berkaitan.
Tiga usulan dimaksud adalah:
a. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) atau peningkatan kapasitas/ ketrampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan

b. Usulan kegiatan simpan pinjam bagi Kelompok Perempuan (SPP) yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Alokasi dana kegiatan SPP ini maksimal 25% dari BLM kecamatan. Tidak ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok
c. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar, kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) dan peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa perencanaan
Jika usulan non-SPP dari musyawarah khusus perempuan sama dengan usulan musyawarah desa campuran, maka kaum perempuan dapat mengajukan usulan pengganti, sehingga jumlah usulan kegiatan dari musyawarah desa perencanaan tetap tiga. Maksimal nilai satu usulan kegiatan yang dapat didanai BLM PNPM Perdesaan adalah sebesar Rp 350 juta. Usulan kegiatan pendidikan atau kesehatan harus mempertimbangkan rencana induk dari instansi pendidikan atau kesehatan di kabupaten.
4. Swadaya Masyarakat
Swadaya adalah kemauan dan kemampuan masyarakat yang disumbangkan sebagai bagian dari rasa ikut memiliki terhadap program. Swadaya masyarakat merupakan salah satu wujud partisipasi dalam pelaksanaan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan. Swadaya bisa diwujudkan dengan menyumbangkan tenaga, dana, maupun material pada saat pelaksanaan kegiatan.
Dasar keswadayaan adalah kerelaan masyarakat, sehingga harus dipastikan bebas dari tekanan atau keterpaksaan. Upah hari orang kerja (HOK) bagi tenaga kerja RTM, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh dipotong atau diminta sebagai bentuk kontribusi
swadaya masyarakat, karena upah HOK ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Hal ini sesuai dengan tujuan PNPM Mandiri.
5. Kesetaraan dan Keadilan Gender
Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan pemihakan kepada perempuan. Pemihakan memberi makna berupa upaya pemberian kesempatan bagi perempuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, ekonomi, dan politik serta mengakses aset produktif.
Sebagai salah satu wujud keberpihakan kepada perempuan, PNPM Mandiri Perdesaan mengharuskan adanya keterlibatan perempuan sebagai pengambil keputusan dan pelaku pada semua tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian. Kepentingan perempuan harus terwakili secara memadai.
6. Jenis Kegiatan yang Dilarang (Negative List)
Jenis kegiatan yang tidak boleh didanai melalui PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan militer atau angkatan bersenjata, pembiayaan politik praktis/ partai politik
b. Pembangunan atau rehabilitasi bangunan kantor pemerintahan dan tempat ibadah
c. Pembelian chainsaw, senjata, bahan peledak, asbes dan bahan-bahan lain yang merusak lingkungan (pestisida, herbisida, obat-obat terlarang dan lain-lain)
d. Pembelian kapal ikan yang berbobot di atas 10 ton dan perlengkapannya
e. Pembiayaan gaji pegawai negeri
f. Pembiayaan kegiatan yang memperkerjakan anak-anak di bawah usia kerja

g. Kegiatan yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, atau penjualan barang-barang yang mengandung tembakau
h. Kehiatan apapun yang dilakukan di lokasi yang ditetapkan sebagi cagar alam, kecuali ada izin tertulis dari instansi yang mengelola lokasi tersebut
i. Kegiatan pengelolaan tambang atau pengambilan dan penggunaan terumbu karang
j. Kegiatan yang berhubungan pengelolaan sumber daya air dari sungai yang mengalir dari atau menuju negara lain
k. Kegiatan yang berkaitan dengan pemindahan jalur sungai
l. Kegiatan yang berkaitan dengan reklamasi daratan yang luasnya lebih dari 50 Ha.
m. Pembangunan jalur irigasi baru yang luasnya lebih dari 50 Ha
n. Kegiatan pembangunan bendungan atau penampungan air dengan kapasitas besar, lebih dari 10.000 meter kubik.
7. Sanksi
Sanksi adalah salah satu bentuk pemberlakuan kondisi dikarenakan adanya
pelanggaran atas peraturan dan tata cara yang telah ditetapkan di dalam PNPM
Mandiri Perdesaan. Sanksi bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab
berbagai pihak terkait dalam pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Sanksi dapat berupa :
1. Sanksi masyarakat, yaitu sanksi yang ditetapkan melalui kesepakatan dalam musyawarah masyarakat. Semua kesepakatan sanksi dituangkan secara tertulis dan dicantumkan dalam berita acara pertemuan,
2. Sanksi hukum, yaitu sanksi yang diberikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
3. Sanksi program adalah pemberhentian bantuan apabila kecamatan atau desa yang bersangkutan tidak dapat mengelola PNPM Mandiri Perdesaan dengan baik, seperti: menyalahi prinsip-prinsip, menyalahgunakan dana atau wewenang, penyimpangan prosedur, hasil kegiatan tidak terpelihara atau hasil kegiatan tidak dapat dimanfaatkan. Kecamatan tersebut akan dimasukkan sebagai kecamatan bermasalah sehingga dapat ditunda pencairan dana yang sedang berlangsung, serta tidak dialokasikan untuk tahun berikutnya.
B. Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu makna yang berada di dalam pikiran atau di dunia kepemahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan dan kata-kata. Dengan demikian konsep bukanlah objek gejalanya itu sendiri, tetapi suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang memang merujuk kegejala nyata ke dalam empiris. Konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan diopservasi, dan juga memungkinkan peneliti untuk mengomunikasikan hasil-hasil penelitian. (Suyanto,2008: 50).
Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah
a. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara aktif dengan memberikan kontribusi dalam pembangunan barupa barang, pikiran dan tenaga serta mempunyai rasa tanggungjawab guna mencapai tujuan.
b. Perencanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar guna menentukan langkah-langkah yang akan diambil guna mencapai tujuan yang ingin dicapai.
c. PNPM Mandiri Perdesaan adalah suatu program nasional yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan dan perluasan

kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan.
Read the story >

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari

Minggu, 21 Agustus 2011
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Manokwari merupakan bagian dari Provinsi Irian Jaya Barat. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2002 bahwa Kabupaten Manokwari dimekarkan menjadi tiga kabupaten yaitu Manokwari, Teluk Bintuni, dan Teluk Wondama. Sebagai kabupaten yang dimekarkan, permasalahan yang dihadapi dan yang segera harus dilaksanakan adalah pemantapan tata pemerintahan baru sekaligus mempersiapkan rencana pembangunan wilayah untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Di wilayah administrasi Kabupaten Manokwari, terdapat sumber daya alam yang cukup banyak yaitu minyak bumi serta hasil tambang yang lainnya dan sekaligus terdapat sumber daya alam hayati maupun bahari. Selain itu Kabupaten Manokwari memiliki banyak objek wisata yang potensial untuk dikembangkan. Eksplorasi sumber daya alam akan memicu perkembangan wilayah serta aglomerasi di wilayah Manokwari. Oleh karena itu dalam perumusan kebijakan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari juga harus memperhatikan hal tersebut.
Pembentukan Irian Jaya Barat yang diresmikan tanggal 6 Februari 2003 berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2003 mengenai pelaksaaan Undang-Undang No. 45 tahun 1999 tentang pembentukan Irian Jaya Barat, Tengah, dan Timur memilih Manokwari sebagi ibu kota provinsi Irian Jaya Barat. Perubahan fungsi dan kedudukan Manokwari sebagai ibu kota provinsi baru memiliki peran

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari
yang sangat penting, sehingga diperlukan penyusunan tata ruang yang dise suaikan dengan fungsi dan kedudukan Manokwari sebagai Ibukota Provinsi Irian Jaya Barat. Selain itu, Manokwari juga direncanakan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Nasional di Pulau Papua. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan pembangunan yang memenuhi persyaratan sebagai Pusat Kegiatan Nasional.
Kebijakan Pemerintah terhadap pengembangan wilayah di Kepala Burung Papua, khususnya di Manokwari adalah mengendalikan pengembangan wilayah agar tidak terjadi aglomerasi yang akan mengakibatkan beban lingkungan yang mengancam kawasan lindung di Provinsi Irian Jaya Barat (IJB), dengan mengembangkan Strategi Penyebaran Pusat Pertumbuhan" (SP3) di Manokwari, Sorong, dan Fak-Fak.
Dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 13, dimana bidang perencanaan dan pengendalian pembangunan serta perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah serta adanya kepentingan yang mendesak untuk disusunnya Rencana Tata Ruang mendukung perkembangan dan pengembangan wilayah Kabupaten Manokwari, maka Departemen Pekerjaan Umum memberikan Bantuan Teknis Penyusunan RTRW Kabupaten Manokwari.

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Maksud
Maksud diadakannya kegiatan ini adalah membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari dalam melaksanakan kewenangannya dalam penyusunan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari sehingga diharapkan pembangunan dapat terencana secara serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungannya maupun wilayah sekitarnya.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari
1.2.2 Tujuan
Tujuan kegiatan bantuan teknis adalah tersusunnya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari yang dapat memenuhi kebutuhan pernbangunan dalam 10 tahun ke depan, yang sesuai dengan aspirasi masyarakatnya; berwawasan lingkungan; selaras, serasi, dan berkesinambungan dalam lingkup kabupaten dan sekitarnya dalam upaya untuk mencapai kesejahteraan umum.

1.2.3 Sasaran
Sasaran dari kegiatan bantuan teknis penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten Manokwari adalah:
Tersusunnya Materi Teknis dan draft Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemerintah dan swasta yang dapat memenuhi kebutuhan pembangunan dalam 10 tahun ke depan yang dituangkan dalam peta perencanaan 1: 100.000 berdasarkan kaidah-kaidah keselarasan, keserasian, kelestarian lingkungan dan berkesinambungan dalam lingkup kabupaten dan sekitarnya Mengakomodasi rencana pengembangan wilayah Kepala Burung Papua melalui strategi Penyebaran Pusat Pertumbuhan (SP3) Tersusunnya tahapan rencana dan indikasi program pembangunan di wilayah kabupaten Terlaksananya alih pengetahuan tentang Materi Teknis RTRW Kab. Manokwari kepada aparat Pemerintah DaerahIBKPRD yang diharapkan dapat memahami dan melakukan koreksi RTRW dalam proses menuju PERDA

1.3 Kedudukan dan Fungsi RTRW 1.3.1 Kedudukan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari umum sampai tingkat yang sangat rinci. Mengingat rencana tata ruang merupakan matra keruangan dari rencana pembangunan daerah dan bagian dari pembangunan nasional, keempat tingkatan (RTRW Nasional, RTRW Pulau Papua, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten) mempunyai hubungan keterkaitan satu sama lain serta dijaga konsistensinya baik dari segi substansi maupun operasionalisasinya. RTRW Kabupaten disusun oleh daerah otonom kabupaten, dengan memperhatikan RTRW lainnya, pada tingkat ketelitian internal yang lebih dalam pada skala kabupaten dan akan dijelaskan pada bagian berikut.

1.3.2 Fungsi
Fungsi dari RTRW Kabupaten adalah:
• Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah;
• Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
• Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah kabupaten dan antar kawasan serta keserasian antar sektor;
• Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta;
• Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan;
• Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang;
• Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala besar.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilaya
Wilayah Perencanaan meliputi seluruh wilayah Administrasi Kabupaten Manokwari. Kabupaten Manokwari memiliki luas ± 14.67 6 km2 yang terdiri dari 29 distrik.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manokwari
1.4.2 Ruang Lingkup Materi.
Ruang lingkup materi untuk penyusunan kembali (revisi) RTRW Kabupaten Manokwari meliputi:
• Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang
• Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
• Rencana pengelolaan kawasan lindung perdesaaan, perkotaan, dan tertentu
• Rencana sistem prasarana transportasi
• Rencana penatagunaan tanah, air, udara, hutan, dan sumberdaya alam lainnya
• Rencana sistem kegiatan pembangunan

1.5 Jangka Waktu Perencanaan
RTRW Kabupaten Manokwari adalah rencana tata ruang dalam wilayah administrasi kebupaten dengan ketentuan minimal skala 1 : 100.000 dengan jangka waktu perencanaan 10 tahun. RTRW disusun berdasarkan perkiraan kecenderungan dan arahan pengembangan untuk memenuhi pembangunan di masa depan sesuai denganjangka waktu perencanaan.
Read the story >

kota sukabumi

Sabtu, 20 Agustus 2011
BAB I LATAR BELAKAN G
S ecara historis Kota Sukabumi dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda
sebagai Burgerlijk Bestuur (1914) dengan status Gemeenteraad Van Sukabumi yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang Belanda dan Eropa sebagai pengelola perkebunan di wilayah kabupaten Sukabumi, Cianjur dan Lebak.
Berdasarakan Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 1995 Kota Sukabumi mengalami perluasan batas wilayah administrasi dari 1.215 Ha menjadi 4.800,23 Ha, yang berada pada posisi strategis karena berada diantara pusat pertumbuhan mega urban JABOTADEBEK dan BANDUNG RAYA ini, merupakan salah satu kawasan andalan dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat) yang berpotensi selain memacu perkembangan wilayahnya juga mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah disekitarnya (hinterland).
Wilayah administrasi Kota Sukabumi terbagi dalam 7 (tujuh) kecamatan yaitu: Kecamatan Cikole, Cibeureum, Citamiang, Lembursitu, Warudoyong, Baros dan Gunung Puyuh yang terdiri dari 33 kelurahan dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut :

Sebelah Utara dengan Kecamatan Sukabumi (Kabupaten Sukabumi) Sebelah Selatan dengan Kecamatan Nyalindung (Kabupaten Sukabumi) Sebelah Barat dengan Kecamatan Cisaat (Kabupaten Sukabumi) Sebelah Timur dengan Kecamatan Sukaraja (Kabupaten Sukabumi)

Batas wilayah administrasi dan posisi Kota Sukabumi dalam Konstelasi Regional Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Kegiatan agro di kota Sukabumi bukan merupakan suatu gagasan / konsep yang baru, tapi merupakan proses yang berkesinambungan walaupun dalam perjalanannya mengalami pasang surut dan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengembangkan kembali kawasan agro di Kota Sukabumi.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor : 7 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kota Sukabumi Tahun 2003-2008, maka visi yang ditetapkan yaitu: SEBAGAI PUSAT PELAYANAN JASA TERPADU DI BI DANG PERDAGANGAN, PEN DI DI KAN DAN KESEHATAN . Visi kota tersebut sudah sejalan dengan komponen yang ingin dicapai dalam I ndeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu peningkatan kemampuan daya beli, kualitas pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Read the story >

KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Sustainable Development)

Jumat, 19 Agustus 2011
© 2004 Askar Jaya Bogor, 15 December 2004
Tugas Individu Semester Ganjil 2004
Pengantar Falsafah Sains (PPS-702)
Program S3 Institut Pertanian Bogor

Dosen :
Prof. Dr.Ir.Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Zahrial Coto
Dr.Ir.Hardjanto
KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(Sustainable Development)
Oleh :
Askar Jaya
A165030051
askarpwd @ plasa.com

ABSTRAK
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul sejak beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Malthus pada tahun 1798. Tujuan pembangunan pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Sedangkan “Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan strategi pelaksanaannya, diantaranya ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu; pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang yang diikuti pendekatan secara ideal. Pembangunan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan yaitu; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, serta pertahanan dan keamanan.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah bagaimana menghadapi trade-off antara pemenuhan kebutuhan pembangunan disatu sisi dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan disisi lain (Fauzi,2004). Pembangunan ekonomi yang berbasis sumber daya alam yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif pada lingkungan itu sendiri, karena pada dasarnya sumber daya alam dan lingkungan memiliki kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kapasitas sumber daya alam dan lingkungan akan menyebabkan permasalahan pembangunan dikemudian hari.
Tugas Individu Pengantar Falsafah Sains Semester Ganjil 2004
Askar Jaya, PS. PWD NRP A165030051 Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sejak sudah lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersedian lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat. Satu setengah abad kemudian, perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Meadowet al., 1972) dalam kesimpulannya, bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam tidak akan selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis).
Meskipun mendapat kritikan yang tajam dari para ekonom karena lemahnya fundamental ekonomi yang digunakan dalam model The Limit to Growth, namun buku tersebut cukup menyadarkan manusia akan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu perhatian terhadap aspek keberlanjutan ini mencuat kembali ketika pada tahun 1987 World Commission on Environment and Development (WCED) atau dikenal sebagai Brundland Commission menerbitkan buku berjudul Our Common Future. Publikasi ini kemudian memicu lahirnya agenda baru mengenai konsep pembangunan ekonomi dan keterkaitannya dengan lingkungan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Agenda ini sekaligus menjadi tantangan konsep pembangunan ekonomi neo-klasikal yang merupakan konsep pembangunan konvensional yang selama ini dikenal, yang menyatakan bahwa sustainable development is one that meets the needs of the present without comprimising the ability of the future generations to meet their own need atau pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang.
Pembangunan berkelanjutan adalah sebagai upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya. Dewasa ini masalah pembangunan berkelanjutan telah dijadikan sebagai isu penting yang perlu terus di sosialisasikan ditengah masyarakat. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk mendalami konsep tersebut yang dituangkan dalam makalah pengantar Falsafah Sain semester ganjil 2004.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan adalah untuk menyajikan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai kerangka pikir dalam pelaksanaan pembangunan dewasa ini.
II. KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan berkelanjutan (Emil Salim,1990) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu : (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.

Senada dengan konsep diatas, Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.
Dari sisi ekonomi Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral. Generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi, Keanekaragaman hayati misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare maximization).
Sutamihardja (2004), dalam konsep pembangunan berkelanjutan, tabrakan kebijakan yang memungkin dapat terjadi antara kebutuhan menggali sumberdaya alam untuk memerangi kemiskinan dan kebutuhan mencegah terjadinya degredasi lingkungan perlu dihindari serta sejauh mungkin dapat berjalan secara berimbang. Pembangunan berkelanjutan juga mengharuskan pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat dan adanya kesempatan yang luas kepada warga masyarakat untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik dengan tanpa mengorbankan generasi yang akan datang.

Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural, menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berbeda dalam batas kemampuan lingkungan, serta secara wajar semua orang mampu mencita-citakannya. Namun demikian ada kecendrungan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung pada kebutuhan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan produksi pada skala maksimum. Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi ditempat yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Akan tetapi kenyataannya aktivitas produksi yang tinggi dapat saja terjadi bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat membahayakan lingkungan. Jadi pembangunan berkelanjutan mensyaratkan masyarakat terpenuhi kebutuahan dengan cara meningkatkan potensi produksi mereka dan sekaligus menjamin kesempatan yang sama semua orang.
Bagaimana cara hal ini dapat dilakukan? Pemerintah tentunya memerlukan suatu strategi kebijakan yang realistis dan dapat dilaksanakan disertai dengan sistem pengendalian yang tepat. Eksploitasi sumber daya alam disarankan sebaiknya pada sumber daya alam yang replaceable atau tergantikan sehingga ekosistem atau sistem lingkungan dapat dipertahankan.
2.1. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlajutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal, (Fauzi,2004). Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang . Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan. Pezzey (1992) melihat aspek keberlajutan dari sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa keberlanjutan memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah.
Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”
Ada dua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep brunland tersebut. Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumber daya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan (well-being)generasi mendatang. Hall (1998) menyatakan bahwa asumsi keberlajutan paling tidak terletak pada tiga aksioma dasar;( 1) Perlakuan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan nilai positif dalam jangka panjang; (2) Menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi terhadap economic well¬being; (3) Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada aset lingkungan.
Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek operasional dari konsep keberlanjutan ini pun banyak mengalami kendala. Perman et al.,(1997) mencoba mengelaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan

lima alternatif pengertian: (1). Suatu kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining consumption),(2) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang, (3) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (non-declining), (4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.
Senada dengan pemahaman diatas, Daly (1990) menambahkan beberapa aspek mengenai definisi operasional pembangunan berkelanjutan, antara lain: ( Untuk sumber daya alam yang terbarukan : laju pemanenan harus sama dengan laju regenerasi (produksi lestari)
( Untuk masalah lingkungan : laju pembuangan limbah harus setara dengan kapasitas asimilasi lingkungan.
( Sumber energi yang tidak terbarukan harus dieksploitasi secara quasisustainable, yakni mengurangi laju deplesi dengan cara menciptakan energi substitusi.
Selain definisi operasional diatas, Haris (2000) melihat bahwa konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2) Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

III. STRATEGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang.
3.1. Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial
Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ; meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan. Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya.

3.2. Pembangunan yang Menghargai Keanekaragaman
Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem.. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.
3.3. Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan.
3.4. Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang
Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan,.implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam pro sedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu dipertimbangkan.

IV. PENDEKATAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek kehidupan yang mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik, serta keberlanjutan pertahanan dan keamanan
4.1. Keberlanjutan Ekologis
Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal sebagai berikut:
a. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.
b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola dengan buku mutu ekologis yang tinggi, dan limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatifnya lingkungan.
c. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut yaitu “menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian”.
Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal penting untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui : pencegahan pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan sumberdaya alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem alam dan binaan manusia.
4.2. Keberlanjutan Ekonomi
Keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan memiliki dua hal utama keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan aspek keberlanjutan lainya. Keberlanjutan ekonomi makro menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional.
Tiga elemen utama untuk keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset.
4.3. Keberlanjutan Ekonomi Sektoral
Penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini harus diperbaiki melalui kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan terarah. Oleh karena itu penting mengindahkan keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral.
Untuk mencapai keberlanjutan ekonomi sektoral, berbagai kasus dilakukan terhadap kegiatan ekonomi. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang tangibble dalam kerangka akunting ekonomi, kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam harus merefleksi biaya ekstaksi, ditambah biaya lingkungan dan biaya pemanfaatannya.
Pakar ekonomi harus mengidentifikasi dan memperlakukan sumber daya sebagai sumber yang terpulih, tidak terpulihkan, dan lingkungan hidup. Sumber yang terpulihkan seperti hutan dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bila tidak memperlakukan produktivitas ekonomi sebagai fungsi yang pasif atau jasa yang mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang tidak terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila dimanfaatkan. Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable yeild tidak boleh diterapkan.
Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan sub stitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah biosfer, secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi berpariasi sesuai dengan kualitasnya.
4.4. Keberlanjutan Sosial Budaya
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:
a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik yang kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga.
b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya kelas sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.
c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan memahami dan menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat masyarakat dan pembangunan ekonomi.
d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial yaitu : prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya misalnya meningkatkan status wanita, akses pendidikan dan kesehatan, kemajuan ekonomi harus berkelanjutan melalui investasi dan perubahan teknologi dan harus selaras dengan distribusi aset produksi yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa, kota, perlu dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber daya.
4.5. Keberlanjutan Politik
Keberlanjutan politik diarahkasn pada respek pada human right, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik, demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan dan bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan pemukiman.
4.6. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan.
Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara dan bangsa perlu diperhatikan.

IV. PARADIGMA KEBERLANJUTAN YANG DITAWARKAN
Sebagai konsep sederhana namun mencakup dimensi yang cukup luas, pencarian konsep keberlanjutan yang memenuhi harapan semua pihak akan terus berjalan. Pengembangan konsep dan model-model yang telah ada diharapakan akan selalu muncul. Oleh karena itu pada makalah ini ditawarkan model keberlanjutan melalui multikreteria analisis dampak lingkungan.
Dengan memperhatikan fenomena yang ada maka perubahan paradigma keberlanjutan hendaknya mempertimbangkan aspek berikut :
1. Perilaku generasi kini tidak dapat sepenuhnya menentukan perilaku generasi mendatang.
2. Generasi mendatang harus dipastikan memperoleh paling tidak tingkat konsumsi minimum.
3. Pergerakan harga sumberdaya alam dan hak kepemilikan terhadap konsumsi dimasa mendatang harus ditentukan untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam masa kini.
4. Dalam situasi pasar tidak berfungsi, diperlukan intervensi non pasar.
5. Intervensi yang benar merupakan strategi yang penting untuk menjaga keberlanjutan.
Hal ini sesuai dengan dengan perkembangan lain yang sedang menjadi pemikiran dalam pengukuran keberlanjutan yaitu mempertimbangkan bentuk kapital yang lain, yakni social capital (Pearrce dan Barbier,2000 Faucheux dan O’ Connor,2001) yang menyatakan bahwa social kapital berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi karena faktor-faktor berikut :
e Arus informasi akan lebih cepat bergerak antar agen ekonomi jika social kapital cukup baik.
e Kepercayaan (trust) yang menjadi komponen utama social capital akan mengurangi biaya pencarian informasi sehingga mengurangi biaya transaksi.
e Social capital yang baik akan mengurangi kontrol pemerintah sehingga pertukaran ekonomi lebih efisien. Disisi lain, social capital juga dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan natural capital dengan cara:
e Mengurangi eksternalitas, karena dengan adanya social capital setiap agen ekonomi harus berpikir dalam melakukan aktivitas yang dapat memberikan dampak negatif terhadap pihak lain.
e Mengurangi tingkat discount rate yang tinggi, karena social capital yang baik akan memungkinkan pembagian resiko sehingga ketidakamanan individu (individu insecuruty) dapat dikurangi.
e Memecahkan resiko yang yang ditimbulkan oleh sifat common property sumber daya alam karena social capital yang kuat akan mengurangi runtuhnya sistem pengelolaan sumber daya alam.
Selain beberapa pemikiran diatas, konsep operasional keberlanjutan masih akan terus berkembang. Namun demikian, dengan memahami esensi dasar seperti yang telah dijelaskan dalam tulisan ini hendaknya kita akan lebih mudah mengikuti perkembangan konsep keberlanjutan dimasa-masa yang akan datang.

V. Kesimpulan
Keberlanjutan bukanlah merupakan konsep yang sederhana malainkan komplek, karena dalam operasionalnya banyak hal yang perlu diperhatikan dan saling berkaitan. Oleh karena pemahaman pembangunan berkelanjutan penting ditingkatkan terutama bagi pengambil kebijakan baik skala makro maupun mikro guna mencapai tujuan pembangunan.
Untuk memahami konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka dalam aplikasi atau penerapannya dibutuhkan landasan konsep atau teori yang dapat dijadikan acuan dalam menuju arah pembangunan, oleh karena itu pada makalah ini penulis telah mencoba mendalami dan menggambarkan berbagai konsep dan pertimbangan-pertimbangan aspek keberlanjutan guna membantu mengidentifikasi dan memformulasikan berbagai strategi, guna menjadi acuan dalan mencapai tujuan pembangunan, khusus di Indonesia.
Dalam membangun paradigma pembangunan berkelanjutan, hendaknya memperhatikan aspek berikut :
1. Perilaku generasi kini tidak dapat sepenuhnya menentukan perilaku generasi mendatang.
2. Generasi mendatang harus dipastikan memperoleh paling tidak tingkat konsumsi minimum.
3. Pergerakan harga sumberdaya alam dan hak kepemilikan terhadap konsumsi dimasa mendatang harus ditentukan untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam masa kini.
4. Dalam situasi pasar tidak berfungsi, diperlukan intervensi non pasar.
5. Intervensi yang benar merupakan strategi yang penting untuk menjaga keberlanjutan.
6. Dan yang lebih penting untuk menjaga tetap terjadi keberlajutan dalam pembangunan dibutuhkan komitmen pemerintah dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Djajadinigrat, 2001 Untuk Generasi Masa Depan: “Pemikiran, Tantangan dan Permasalah Lingkungan”, ITB.
Elang Lilik, 2003 Kumpulan Makalah Perubahan Lingkungan Global dan kerjasama Internasional, IPB
Fauzi.A. 2004, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Heal,G.1998 Valuing the Future : Economic Theory and Sustainability. Columbia University Press.New York.
Redecon,ADB, 1990 Indonesia Economic Policies For Sustainable Development, ADB Publication.
 Tarumingkeng. R (2004) Pengantar Falsafah Sain, Semester Ganjil 2004 : Pascasarjana IPB.
Sutamihardja, 2004 Perubahan Lingkungan Global; Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana; IPB
Read the story >

Entri Populer

tempat iklan
Grab this Widget ~ Blogger Accessories
 
bottom